Gara-Gara Harnet

Aku, sebut saja Anto, sulung dari tiga bersaudara dan dibesarkan dalam keluarga dimana ayahku begitu disiplin mendidik kami dalam masalah tatakrama ketimuran, jadi jangankan berkata jorok, berbicara yang kurang sopan saja sudah didampratnya. Karena itu ketika aku menjelang remaja, tepatnya ketika aku berusia 15 tahun, dorongan masa puberku sering kulampiaskan dengan membaca cerita porno, tentu saja dengan main ‘kucing-kucingan’ agar tidak ketahuan oleh ayahku. Kemudian menjelang tidur aku sering membayangkan kembali cerita-cerita tersebut sambil mengelus-elus penisku sampai terkadang mencapai orgasme. Dalam membayangkan, disana belum terlintas tipe wanita seperti apa, pokoknya aku hanya membayangkan sedang bercinta dengan lawan jenis dan kulakukannya seperti dalam cerita yang kubaca.

Suatu saat di rumah kami kedatangan tamu, teman ibuku semasa dia kecil dulu. Namanya Rohana dan ibu memperkenalkan kepada kami anak-anaknya sebagai Bulik Anna. Usianya tidak terpaut jauh dengan usia Ibuku yang ketika itu berusia 36 tahun. Dalam berpakaian, Bulik Anna selalu nampak rapi dengan khas Jawanya. Rambutnya yang panjang lebat senantiasa digelung, body-nya padat dengan kulitnya yang mulus. Menurut cerita ibu, ia dulu bekas penari dan rencananya akan tinggal di rumah kami cukup lama sambil mengurus usahanya di kota Jakarta.

Awal-awal Bulik Anna berada di rumah kami, nampak biasa-biasa saja, hanya aku, disela-sela kesempatan sering mencuri pandang, apalagi jika dia sedang memakai daster dan buah dadanya yang besar tampak menyembul. Wah, betapa nikmatnya kalau dapat kuremas-remas. Otakku terkadang menjadi ngeres dan sering tubuh Bulik Anna yang padat berisi kumasukkan dalam lamunan seksku. Namun tentunya aku tidak berani berbuat jauh dari itu, apalagi perangai Bulik Anna sangat sopan terhadap kami-kami ini, sehingga betapapun perasaan ini bergemuruh, senantiasa kusimpan dalam-dalam ketika berbicara dengannya.

Hingga pada suatu hari, kelasku diliburkan karena gurunya akan mengadakan rapat persiapan ujian. Karena libur, hari itu aku bangun agak siang. Ketika aku akan ke kamar mandi di ruang tengah, tampak Bulik Anna sedang asyik membaca majalah.

“Selamat pagi Bulik..!” sapaku.
“O.., Selamat pagi To, koq ngga sekolah..?” jawab Bulik Anna dengan suara merdunya.
Sambil kuhentikan langkahku sejenak, aku bertanya lagi, “Koq sepi ya, yang lain pada kemana?”
“Ibumu tadi pamit untuk mengikuti kegiatan PKK, katanya akan ada basar sampai sore, makanya Bi Sumi (pembantu) juga diajak tuh..!”
“O.. begitu, Bulik sendiri tidak pergi?” tanyaku lagi.
“Nanti.. kira-kira jam sembilan memang saya ada janji, sekarang kan baru jam delapan, sekarang kamu mandi dulu deh, nanti kita sarapan sama-sama.”

Setelah mandi aku tetap berpakaian rumah, karena memang aku tidak ada rencana kemana-kemana, sementara tampaknya Bulik Anna kembali ke kamarnya untuk berdandan sebelum kami sarapan.Tapi tiba-tiba Bulik Anna memanggilku, “To, Anto.. coba kesini sebentar..!”
“Ya Bulik..,” aku langsung menuju ke kamarnya, “Ada apa Bulik..?” tanyaku.
“Ini lho rambut Bulik, sulit dibuka sanggulnya, mungkin harnetnya (jaring pembungkul sanggul)tersangkut sama jepitannya, tolong dong bantu lepaskan..!”
Aku dengan sigap segera membantu Bulik membongkar sanggulnya.

Setelah agak lama kuusut jepitan dan harnet yang tersangkut, akhirnya sanggul Bulik Anna dapat terbuka dan seketika rambut Bulik Anna yang lebat dan wanggi tergerai, membuat perasaan berdesir terkena serbakan rambutnya. Aku tidak segera melepaskan tanganku di rambut tersebut, malah jari-jariku kugunakan sebagai pengganti sisir untuk meluruskan rambutnya yang kusut. Bulik Anna tidak berkata apa-apa, hanya terkadang kepalanya digerak-gerakkan, sehingga aku makin leluasa mempermainkan rambutnya.

Sambil memainkan rambutnya, khayalan seksku makin menjadi-jadi, apalagi setelah menyibak rambut Bulik Anna, terlihat tengkuknya yang putih mulus.
Sampai tiba-tiba lamunanku terhentak oleh suara Bulik Anna, “Kenapa To, kamu senang ya dengan rambut Bulik..?”
Aku sempat gugup, “Oo.. eh.. iya, rambut Bulik bagus sekali.” jawabku sekenanya.
“Ah kamu bisa aja, dulu rambut Bulik lebih panjang lagi dan sering dibuat ekor kuda.”
“Saya mau koq diajarin bikin rambut ekor kuda.” jawabku karena dalam hati agar aku dapat lebih lama lagi bermain dengan rambut Bulik Anna.

Tanpa menjawab, Bulik Anna langung mempraktekkan. Dia membagi dua rambutnya, tangganku mengikuti gerakannya. Belahan rambut yang satu tetap di belakang, sementara belahan yang satunya dipindahkan ke depan. Tanganku tetap dibimbingnya, sehingga ketika meletakkan belahan rambut yang depan, tubuhku tambah merapat ke tubuh Bulik Anna. Sementara tanganku sempat menyentuh payudara Bulik Anna yang hanya terlapisi dasternya. Tegangan semakin tinggi, dan senggaja tubuhku semakin kurapatkan ke tubuhnya, sehingga penisku yang sejak tadi sudah bangun di balik celana kugesek-gesekkan ke pantatnya. Bulik Anna tampaknya juga menangkap usahaku, tapi dia pura-pura tidak memperdulikan, malah kini tanganku yang masih memegang belahkan rambutnya di belakang dipindah ke depan dua-duanya, sehingga posisinya seperti dia akan menggendongku.

Melihat gelagat seperti itu, kedua tanganku yang tadinya menggengam rambut kulepaskan, namun kuremas-remas rambut tersebut di atas kedua payudaranya, sementara wajahku kutempelkan ke tengkuknya yang putih mulus. Nafasku semakin tidak beraturan, sementara Bulik Anna membalas. Tangan sudah bereaksi melorotkan celana pendek dan CD-ku sambil menyambar penisku yang sudah tegang. Kedua belahan rambutnya kini kususupkan ke dalam dasternya yang ternyata dia tidak memakai BH, sehingga langsung bersentuhan dengan kedua payudara Bulik, dan tanganku semakin leluasa meremas-meremas rambut dan payudara sekaligus sambil tengkuknya kuciumi.

Bulik Anna yang sudah mulai terangsang, tanpa berkata-kata langsung membalikkan badan. Penisku yang dari tadi dipegangnya langsung dikocok-kocok dengan lembut, kemudian dia berjongkok menjilatinya. Sementara itu tangganku tetap mempermainkan rambutnya yang lebat tergerai.
“Auh.. uh..!” rintihku menahan kenikmatan, sementara Bulik sibut dengan aktivitasnya.
Pennisku dikulum-kulum bak “lolypop”, “Ah.. auh.. Bulik.., Aku sudah ngga tahan nih..!”
Dia tidak menjawab, malah semakin keras menyedot penisku. Tubuhku semakin mengejang dan tanpa dapat kubendung lagi, muncratlah cairan putih kental ke mulutnya sambil tanganku tetap menjambak rambutnya yang sudah tergerai tidak beraturan.

Betapa rasanya di awang-awang, karena baru pertama kali kualami. Ia telan habis air maniku, sementara aku tetap berdiri kaku, ya nikmat, ya malu, ya bingung, ya takut.
Bulik Anna berdiri, dia tersenyum melihat tingkahku yang salah tingkah.
“Tidak usah takut To.. Khan cuma Bulik yang tahu.., gimana rasanya?”
“Wah, luar biasa Bulik, tapi saya takut nih..!” jawabku dengan perasaan yang belum tenang.
“Sudahlah.., Bulik maklum koq, kamu tenangkan dulu pikiranmu, nanti Bulik ajarkan pelajaran kedua yang jauh lebih enak.”
Kemudian ia menciumku dengan lembut, lalu membimbingku duduk di tepi ranjangnya. Kami berpelukan. Bulik kembali menciumku, kemudian melumat bibirku, sementara tangannya kembali mengelus-elus penisku yang masih ‘mengkeret’ ketakutan.

Tapi kali ini aku sudah mulai berani. Kini sambil berciuman, tanganku sudah merambah ke tali daster batiknya, kulepas ikatan daster Bulik sehingga merosot ke bawah, kupermainkan lagi rambut dan payudaranya. Bulik Anna melepas ciuman di bibirku, namun ia menekan kepalaku ke bawah dan mengarahkan ke payudaranya. Aku mulai menjilati putingnya yang menyembul di sela-sela rambutnya. Puas berputar di sekitar payudara dengan tetap membekap kepalaku, Bulik mencoba berdiri, sehingga posisi wajahku persis berhadapan dengan vaginanya yang tersamar rambut tipis. Semerbak wangi vagina Bulik kembali membuatku terangsang, kujilati semua permukaan vagina yang sudah mulai basah.

Kemudian dia merebahkan diri di ranjang, tangannya mendekap kepalaku. Pahanya dibuka, sehingga memudahkan aku menjilat dan memasukkan lidahku ke dalam vaginanya. Tubuh Bulik Anna bergerak-berak sambil sesekali merintih. Aku yang belum mengerti tehnik bercinta, terus saja melumat vaginanya sekenaku, sehingga tubuh Bulik semakin mengejang.
“Ayo.. To..! Teruskan.., teruskan..!” pintanya diikuti desah nafasnya.

Setelah hampir lima menit kusapu vaginanya dengan lidahku, aku berusaha melepaskan dekapan di kepalaku. Bulik tampak kaget, tapi segera kulepaskan daster Bulik yang belum sepenuhnya tanggal dari tubuhnya, dan ia pun segera melepas kaos yang kukenakan, sehingga kami berdua benar-benar dalam keadaan telanjang. Kuelus lagi vagina Bulik yang tampak basah dan memerah, penisku juga diraihnya, lalu dibimbing masuk ke lubang tersebut.
“Sleb.. sleb..!” kuputar-putar di dalam, mengikuti goyangan pantat Bulik.
Sambil kupompa, bibir kami terus bertautan dan tanganku meremas-meremas payudaranya yang masih tertutup rambutnya.

Aduh ..to, terus.. pompa terus to, sambil tangan Bulik meremas pantatku. Penisku rasanya semakin mengeras, sementara vaginanya terasa berdenyut..mungkin lebih dari sepuluh menit kami berpautan.. oh..to..oh..enak..to.., aduh aku ngga tahan nih..biarkan disitu, rintih Bulik anna.., Akupun semakin menekan penisku..sampai tubuh kami mengejang dan.. menyemburlah airmaniku untuk kedua kalinya dilobang milik Bulik anna yang satu ini.Kami menikmati puncak orgasme sampai benar-benar habis, dan baru kucabut penisku setelah kami berdua kelelahan. Aku turun ke sebelah tubuh Bulik Anna dan berbaring di sebelahnya.
Kemudian Bulik Anna memelukku sambil berkata, “Terima kasih ya.. To, ternyata kamu ‘murid’ yang pandai yach..!”
“Tapi kalau ketahuan Ibu gimana nih..?”
“Ala.., ngga usah kuatir, Bulik akan jaga penampilan di depan Bapak Ibumu seperti biasanya.”
“Lalu Bulik ngga jadi pergi..? Sudah jam setengah sepuluh lho..!” kataku mengingatkan.
“Ah.. biar saja, lebih baik aku menemani kamu belajar hari ini..!” katanya sambil mencubit pipiku.

Setelah beristirahat kira-kira sepuluh menit, lalu ‘pelajaran’ pun dilanjutkan, sampai-sampai kami lupa bahwa gara-gara harnet jadi tidak ingat sarapan. Dan pada hari-hari selanjutnya, setiap ada kesempatan, kami mengulangi pelajaran tersebut, sampai akhirnya Bulik Anna pamit kembali ke desanya.

Itulah pengalamanku ngeseks pertama kali. Dan sampai kini, meskipun usiaku sudah lebih dari 40, namun jika melihat wanita berambut panjang dan lebat, gairah seksku langsung meningkat, teringat pengalaman dengan Bulik Anna.

Anda sedang membaca artikel tentang Gara-Gara Harnet dan anda bisa menemukan artikel Gara-Gara Harnet ini dengan url http://hotsex-dewasa.blogspot.com/2011/01/gara-gara-harnet.html, anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Gara-Gara Harnet ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda, namun jangan lupa untuk meletakkan link Gara-Gara Harnet sumbernya.

Ditulis Oleh : lobento // 19.20
Kategori:

1 komentar:

Cerita Populer