Nama saya Coki, tapi saya adalah orang Jawa asli. Saya seorang mahasiswa S2 tingkat akhir di sebuah perguruan tinggi di LA pada waktu itu. Saya tinggal seorang diri di apartment di bilangan Hollywood hills, dan seperti layaknya seorang mahasiswa Indonesia yang berada di LA, saya juga berteman dengan sebagian besar mahasiswa2 yang bersekolah di kota ini. Memang banyak orang yang bila mendengar kota Los Angeles langsung berasumsi bahwa anak2 Indonesia yang ke LA adalah anak2 yang manja dan borjuis. Mungkin memang harus diakui hal ini adalah benar adanya, karena dari sekian banyak anak2 yang bersekolah di LA memang putera atau puteri dari orang2 terkenal dari negara kita tercinta, Indonesia .
LA memang mempunyai nama yang kurang harum, karena banyak anak2 Indonesia yang bersekolah di kota ini pada akhirnya tidak dapat menyelesaikan sekolahnya. Tapi bukan berarti tidak ada anak2 Indonesia yang berprestasi di sini. Karena banyak juga anak2 Indonesia yang menjadi dokter top, ahli2 ekonomi dan business, baik di Indonesia maupun yang tetap tinggal di Amerika.
Suatu hari saya sedang makan siang bersama kawan2 di sebuah restoran Indonesia di daerah WestWood, namanya Ramayani. Disini biasanya banyak mahasiswa2 Indonesia , dan juga turis2 Indonesia yang kangen dgn masakan Indonesia . Saya pergi ber-tiga cowok semua, dan kita duduk dimeja disudut ruangan. Berhubung saya duduk membelakangi pintu masuk restoran, saya tidak tahu apa dan siapa yang masuk, hanya saja kaki saya tiba2 diinjak oleh salah satu teman saya. Seketika saya teriak “dammn you…”. Dia hanya bilang “ssssttt”. Wah saya yang nggak tau apa maksudnya , jadi hanya bisa ngomel ke Toto temen saya itu. Dia bilang dengan perlahan “elu entar pelan-pelan liat kebelakang, pasti elu bakal pusing deh”. Saya lanjutkan makan siang saya “nasi pecel” yang saya nikmati sepuas-puasnya karena harganya cukup mahal bagi seorang mahasiswa seperti saya. Sambil terus menyantap saya usahakan untuk menengok mencuri pandang, karena menurut pendengaran saya orang2 yang dimaksud Toto itu duduknya persis di belakang kursi saya. Dan pada kesempatan pertama saya bisa mencuri pandang, saya lihat seorang wanita yang bikin saya “deg-degan”. Jantung saya berdenyut cepat dan kayaknya bila dokter pakai stetoscope bisa pekak kupingnya. Wanita itu terlihat sangat manis, wajahnya ayu, kulit mukanya begitu halus dan putih, bibirnya terlihat tebal dan seksi. Dia mengenakan t-shirt ketat berwarna putih dengan gambar di daerah dadanya yang terlihat membusung.
Saya langsung tanya ke Toto, “siapa tuh To’, biasanya kan elu tau semua anak Indonesia ”. Dia cuma geleng kepala saja tanda tidak tahu. Sambil menyelesaikan makanan saya nguping apa yang diperbincangkan anak2 dibelakang saya itu. Ternyata si cewek ini adalah seorang turis Indonesia yang melancong ke LA, pantes si Toto nggak tau. Setelah membayar kita langsung aja dengan pura2 cuwek ngeloyor ke luar restoran, dan tiba-tiba ada sebuah suara memanggil nama saya. “Coki, tunggu Cok”. Wah gue udah ge-er aja karena suara itu adalah suara perempuan, dan waktu saya tengok, eh ternyata dia adalah Ita, tetangga saya di Menteng, Jakarta . Rupa-rupanya Ita duduk membelakangi saya, dia pergi sama temennya yang ternyata seorang celebrities manis itu yang bernama Elisa. Mereka akan mengadakan suatu pengambilan gambar untuk film yang sedang dibuat oleh seorang sutradara ternama dari Indonesia, dan Ita adalah perias dari Elisa, saya ingat kalau memang Ita belajar ttg salon dan makeup di Perancis!
Tanpa buang waktu, saya langsung hampiri meja mereka. “hallo apa kabar kamu Ta’, gimana kabar mama dan bokap” basa-basi langsung saya mainkan sebagai strategi saya, agar teman2nya tau bahwa saya sudah akrab dengan Ita. “Semua baik aja Cok, elu sendiri gimana kabarnya kok nggak pernah mampir di rumah”. Saya jawab “iya nih gue udah lama banget nggak pulang ke Indonesia , abisnya nyokap bokap gue nggak pernah ngasih uang lebih untuk gue bisa pulang”. Dengan monyong Ita bilang “Aduh, aduh, kalo elu bilang nggak dikasih uang lebih begimana bisa mobil bererot di garasi elu”. “Ssstt, sembarangan aja lu ngomong” langsung saya potong omongannya. Karena saya takut nanti disangka sombong pamer macem2. Saya memang terlahir dari keluarga yang berada, tapi ortu saya sangatlah strict dalam masalah budget keuangan. Kata mereka itu semua demi kebaikan saya sendiri di kemudian hari.
Pendek kata saya dan Toto beserta teman saya satunya dikenalkan dengan rombongan Ita. Dan karena diantara mereka tidak ada yang familiar dgn kota LA, maka belum sempat saya menawarkan diri, Ita sudah langsung meminta saya dan kawan2 untuk mengantar mereka sight seeing, karena ternyata rombongan mereka cukup banyak dan yang lainnya tidak ikut makan di Ramayani tapi menunggu di hotel di bilangan Universal City. Kebetulan saya bertiga tidak punya acara lagi, setelah mereka selesai makan kita langsung pergi bareng dengan mereka ke hotelnya.
Di hotel saya baru tahu bahwa ternyata hotel yang mereka tinggali sangat jelek untuk ukuran LA, karena terletak di daerah yang kurang nyaman dan jauh dari mana2. Saya heran kok ada bintang2 ternama yang ikut di rombongan mereka mau aja tinggal di hotel kayak gini.
Malam itu saya, Toto, dan teman saya, masing2 mengendarai mobil pergi bareng rombongan orang2 film dari Jakarta itu. Tapi tentunya Ita dan Elisa yang aduhai itu ikut dalam mobil saya. Padahal mobil saya termasuk mobil butut (baik ukuran LA maupun Indonesia ), tapi mungkin karena Ita dan saya sudah sangat kenal makanya Elisa lebih comfort bila ikut semobil dengan saya.
Malam itu kita pergi ke Hollywood Blvd. untuk liat2 tapak2 kaki para bintang Hollywood di sekitar bioskop Mann-Chinese. “Jadi sekarang udah ngetop nih ya Ta’, udah mulai ngerias bintang2 top ibukota” kata saya. “Yah sekarang sih udah sampe ke tahap enaknya, dulu2 gue cuma asisten melulu”. “Eh Cok, nanti kalo udah dari Mann-Chinese kita makan terus jalan yuk, gue kan pengen juga tau night life-nya LA”. “Ya boleh2 aja pergi, tapi jangan terlalu rame2 ya, takutnya susah masuk, kan sekarang hari Jum’at jadi pasti rame banget”. Tiba-tiba si manis nyeletuk “Ya emang jangan rame2 entar rombongan sirkus itu pada resek”. Wah manis-manis kok omongannya judes ya, dalam hati saya bergumam. Setelah capek mondar-mandir di Hollywood Blvd. ngeliatin tapak kaki dan tangan para celebrities dan beli souvenir akhirnya bersama-sama rombongan kita makan masakan chinese di downtown. Tapi untuk kali ini saya berinisiatif tidak pergi ke Wong-Kok (restoran chinese murah dan enak yang amat sangat dikenal bagi orang Indonesia di Amerika), melainkan ke Full House didekatnya. Ada masakan favorite saya disini yaitu “cumi goreng kering”, kayaknya udah keliling jagad nggak ada cumi yang seenak Full House. Setelah kenyang dan capek muter2 di Hollywood Blvd , pak Sutradara ngajak rombongannya untuk pulang aja ke hotel karena besok kan mau shooting pagi2. Ini dia durian runtuh saya pikir, karena semua rombongan diajak pulang ke hotel, jadi nggak perlu basa-basi ngajak orang2 itu.
Di hotel, saya dan Toto menunggu Ita dan Elisa berganti pakaian, katanya biar keren jadi nggak malu2in orang Indonesia . Saya dan Toto juga dari pagi belum berganti pakaian, tapi untung kita bawa jacket (jas), jadi biar nggak buang waktu saya pikir lebih baik cuek aja walaupun belum salin pakaian, kan nggak bau keringet karena humidity di LA rendah, asal disemprot minyak si-nyong2 pasti semua teratasi. Sambil menunggu saya membayangkan indahnya Elisa, tingginya sekitar 164 dengan muka yang baby face tapi terlihat sangat menawan, dadanya juga bukan main, terlihat besar dan kencang, saya pikir mungkin ukurannya 36, memang besar tapi terlihat sangat proporsional dengan postur tubuhnya yang tinggi, juga pantatnya terlihat menonjol kebelakang.
Setelah mereka siap, kita berempat langsung naik satu mobil, mobil Toto. Nyaman sekali mobilnya, sound systemnya full custom, dengan sub woofer yang mantap dan cover speaker yang satu warna dengan warna kulit kursi dan interior mobil.
Kita pergi ke disco di daerah Downtown namanya Vertigo, namanya emang kayak nama penyakit orang yang sering pusing, dan saya memang sering pusing kalau ke Vertigo, karena kaki2 indah dan dada2 busung nan menantang selalu terlihat dimana-mana di Vertigo.
Kalau dipikir-pikir Amerika itu emang berengsek, masak mau masuk disco bayar aja masih dipilih-pilih orangnya. Kalau rombongannya laki semua siap2 aja ditolak, kecuali kenal sama securitynya, tapi kalau rombongannya banyak ceweq dan OK2 langsung diaksih masuk untuk beli ticket. Tapi berhubung saya dan Toto merupakan good customer Vertigo, kita semua langsung masuk sambil dipelototin sama bule2 yang ngantri dengan panjangnya. Nah kalau seperti ini baru saya dan kawan2 suka bangga, tuh rasain bule geblek, jangan ngeremehin orang Asia ya. Karena kita2 ini orang Asia memang masih dianggap nomer dua sama kebanyakan bule di Amerika.
Di dalem ternyata sudah sangat padat, Ita langsung aja saja peluk di pinggangnya supaya kita jangan terpisah berdesakan diantara orang2. Tapi si Toto nggak berani meluk si Elisa, jadi dia nguntit aja dibelakangnya. “Ta’, elu kok seksi juga sih gue pikir2, cuman elu tuh demen cowok nggak sih” kata saya. “Sialan lu, gue mah lempeng2 aja cuman gue emang nggak terlalu demen dandan feminin”. Dalam hati saya jelas2 nggak nolak kalo entar malem bisa ngajak Ita pulang ke apartment-ku yang nyaman. Si Ita ini tingginya sekitar 167, dan kulitnya agak gelap karena dia hobinya berenang dan diving. Badannya kencang dan kenyal, pundaknya tegap dan berdada aduhai, dan karena tinggi, betisnya terlihat indah. Sayangnya Ita ini kurang berdandan, padahal dia kan tukang make-up, tapi bagaimanapun Ita terlihat tetap menarik dengan rambutnya yang sangat pendek.
Di bar kita memesan minuman, dan karena Elisa terlihat masih muda, bartender menanyakan ID nya, padahal Elisa ini sudah berumur sekitar 26, seumur dengan saya, dan ternyata dari penuturan Ita, Elisa itu juga sudah menikah. Namun wajahnya yang sedikit kebule-bulean, dengan wajah mirip bintang film tenar Sophie Marceau, Elisa terlihat jauh lebih muda daripada umurnya.
Elisa pesan margaritha coctail, Toto pesan black label, Ita pesan long-island, dan saya sendiri pesan gin-tonic double. Karena cari2 meja nggak dapet kita titipkan aja minuman kita di bar dan langsung menuju dance-floor. Tentunya saya turun dengan Ita, dan Toto dengan Elisa. Sambil berjoget ria di dance floor saya tanya sama Ita tentang Elisa. “Ta’, kok dia elu bilang udah nikah masih kayak gitu sih”. Ita jawab “emangnya kenapa, kan dia nggak melakukan hal yang macem2, terus Elisa itu orangnya sebenarnya baik banget lho, nggak seperti keliatannya, sombong dan judes”. Dalam hati saya sebenernya sangat tertarik dengan Elisa, tapi masih penasaran kalo ada orang yang udah nikah kok masih doyan jalan begini, mungkin gara2 Elisa itu celebrities. Karena walaupun saya termasuk anak bandel, tapi sampai saat itu saya masih mencoba untuk tidak pernah salah langkah untuk berselingkuh dgn istri orang.
Cape turun , kita balik ke bar untuk minum lagi. “Pesen aja lagi minumnya, hari ini saya yang bayar”, langsung si Toto nyosor pesen minum. Ita dan Elisa juga pesen lagi, tapi saya agak takut mau pesen lagi, karena takut pulangnya siapa yang nyetir, karena kalo kena pemeriksaan kita bisa masuk penjara bila minum kebanyakan. Tapi karena pengen saya pesen aja satu lagi gin tonic double, saya pikir apa yang akan terjadi terjadilah.
Tiba-tiba lampu dance-floor meredup dan diputar lagu slow. Saya langsung nyeletuk “eh tumben nih ada lagu slow, kayak di Music room di Jakarta aja”. Tanpa sadar ternyata pergelangan tangan saya dipegang Elisa dan ditarik ke dance floor. “Mau kan turun sama saya” kata Elisa. Busyet siapa yang bisa nolak diajak sama ceweq seprti dia pikir saya. Kita turun di dance floor dan sangat menikmati lagu2 yang diputar, tidak terasa waktu sudah berjalan lebih dari 20 menit tapi belum ada tanda2 lagu slow mau stop. Saya dan Elisa sambil ber slow-dance ngobrol tentang macem2, sampe dia bilang “Coki, saya perhatikan kamu itu kok cuwek ya orangnya, dari tadi siang saya sudah memperhatikan kamu lho”. Saya hanya senyum dan berkata “ah nggak kok saya bukan cuwek tapi agak pemalu, dan lagi saya pikir kamu kan bintang film, jadi saya takut kamu pasti kan nggak nganggep saya”. “Tuh kan jangan ngomong gitu ah, Elisa nggak seneng dengernya”. “Iya, bukan gitu maksudnya, tapi kan saya cuma mahasiswa bukan orang ngetop”. “Ah udah lah nggak usah ngomong2 lagi deh”. Sambil menutup pembicaraannya Elisa memperketat pelukannya di punggungku. Akibatnya konsentrasi gue hilang, karena terasa tonjolan keras menempel di dadaku dan bau parfum Elisa yang sangat merangsang dari lehernya yang jenjang dan putih.
Ketika saya dan Elisa kembali ke bar, ternyata si Toto dan Ita sudah semakin teler kebanyakan minum, dan ngomongnya juga udah ngelantur kemana-mana. Keliatannya sih udah nggak bisa terlalu lama nih disini, takutnya mereka ambruk. Langsung aja saya bayar bonnya, dan mengajak mereka pulang, di gang menuju keluar aja saya sudah merangkul Toto yang badannya besar dan berat supaya tetap bisa jalan teratur, dan Ita juga dirangkul oleh Elisa menuju mobil. Toto dan Ita duduk di belakang, saya mengemudikan di samping Elisa. Musik pun saya setel agak keras supaya yang dibelakang nggak bisa denger kalau saya dan Elisa berbicara, tapi toh mereka memang teler berat. Di dalam perjalanan Elisa diam saja, dan saya tanya “Elisa kok kamu diam aja sepanjang jalan dari Vertigo tadi”, “iya saya lagi agak pusing nih, habis saya udah nggak ngapa-ngapain masih juga dicurigain sama yang di Jakarta ”, oh pasti sama suaminya pikir saya. “Ya udah nggak usah dibuat susah” hibur saya dengan sok tenang. “Yah gimana dong kamu pikir aja Cok, saya nggak bikin affair sama siapa-siapa dia nuduh melulu, kan kesel and I am really fed up with him”. Setelah hening beberapa saat tiba2 Elisa melontarkan pertanayaan, “what if I ask, may I stay at your apartment ?” kata Elisa. Ugh, gue gelagepan mau jawabnya “Yes please you may so, but my apartment is only a studio, so you know how it would look like, kinda small you know”. Tapi setelah menanyakan hal tersebut, Elisa hanya diam seribu bahasa dan memandang jauh kedepan.
Akhirnya kita sampai di hotel tempat rombongan menginap, saya bangunkan Toto dan Ita yang ternyata memang sudah tertidur di perjalanan. “Cok, gue tidur di hotel ini aja deh, pala gue udah puyeng banget nih dan kalo naik mobil lagi gue taku jackpot” kata Toto. Sedangkan Ita sempoyongan menuju ke dalam hotel cuma bilang “malem ya semuanya and thanks berat”. “Eh Ita tungguin gue dong, dan boleh ya gue tidur di kamar elu” kata Toto. “Up to you it’s ok for me”. Tanpa ngomong ba’ bu’ langsung aja mereka berdua berjalan oleng menuju kamar Ita. Tinggal saya dan Elisa di samping mobil, “Coki, how about us”, saya denga dikuat-kuatkan mencoba untuk bisa mempertahankan untuk tidak mengajak Elisa pulang ke apartment saya, “Elisa, it’s better for you to stay at the hotel, and don’t you have to prepare for tomorrow’s shooting?’ tanya saya. Tapi Elisa tidak berkata apa2 dan langsung membuka pintu mobil Toto dan membanting pintunya. Yah, apa boleh buat saya pikir, sekilas segera terpikir hal2 yang akan terjadi, tapi mudah2an saya masih bisa mempertahankan prinsip saya untuk tidak berselingkuh dengan istriorang.
Saya bawa mobil Toto pulang ke apartment saya, daripada Mercedes Benz Toto hilang tak berbekas besok pagi, jadi lebih baik meninggalkan mobil saya yang jelek di hotel yang kurang aman itu. Apartment saya ini berlokasi di Hollywood hills, menjorok di tepi tebing dan memiliki pemandangan yang indah sekali mengarah ke downtown LA.
Saya gandeng Elisa menuju ke kamar saya, dan pada waktu saya membuka pintu dan mau menyalakan lampu kamar, tangan saya ditahan oleh Elisa dan dia meminta saya untuk tidak menyalakan lampu utama. Karena memang dari kegelapan kamar saya bisa terlihat melalui kaca jendela, berjuta lampu tampak berkedip-kedip dikejauhan kota LA. “Wow you have such a lovely and romantic room up here Coki”, saya hanya mengiyakan saja dan dengan gelisah saya membereskan buku2 yang berserakan dilantai. Elisa langsung duduk di depan kaca jendela melihat pemandangan yang ternyata memang sangat indah. Rupanya selama ini saya tidak terlalu memperhatikan pemandangan dari kamar saya ini, tapi malam ini ada sesuatu yang sangat istimewa.
“Coki come over here” kata Elisa, bagai kerbau dicocok hidung saya mendekat di belakangnya. Dengan lembut ditariknya tangan saya dan saya menurut saja, dirangkulnya pundak saya dan dengan lembut diciumnya bibir saya. Terasa hangat dan merangsang, dan dengan pasti dilumatnya bibir saya. Tercium lagi oleh saya bau parfum yang dipakainya, yang membangkitkan gairah saya yang selama ini tertidur dan tak tersalurkan. Sekali lagi terlintas di kepala saya prinsip ttg istri orang, namun rupanya saya sudah tidak bisa menahannya lagi. Maka dengan pelahan dan pasti saya bimbing Elisa menuju tempat tidur saya, Elisa diatas saya menciumi bibir, muka dan leher saya, tangannya dengan cepat membuka kancing2 baju saya dan terdengar napasnya terengah-engah. Diciuminya dada saya dan dihisapnya putting saya secara mengejutkan, mengakibatkan rangsangan yang sulit dijelaskan. Saya terlentangkan badannya diatas kasur, dan langsung saya lumat dadanya yang masih terbungkus BH dan baju, terasa sangat padat dan bulat. Saya tarik kebawah ritsleting bajunya dan terlihat lingkaran padat menonjol indah terbungkus oleh bra hitam yang dikenakannya. Tanpa mencopot pengait bra saya turunkan cup yang menutupi buah dada nan indah itu, langsung saya hisap dan dengan lidah saya permainkan putingnya yang masih merah muda dan kecil. Tidak saya sangka bahwa ternyata putting Elisa masih demikian indah, seperti nampaknya anak muda belasan tahun. Tentunya saya tidak akan berhenti di kedua tonjolan indah nan kenyal milik Elisa itu, saya terus turun ke daerah pusar, sambil tangan saya mencoba untuk membuka celana kain yang dikenakannya. Lidah saya bermain disekitar pusarnya, dan Elisa terlihat menghentakkan perutnya ke atas karena terangsang. Dari luar celana dalamnya yang juga berwarna hitam berenda, terlihat dari bahan yang menerawang, rambut kemaluannya yang teratur rapih. Dengan jari tengah tangan kiriku, kuusap belahan kemaluannya dengan pelahan dan dengan pasti kuselipkan jari2 tanganku melalui samping celana dalamnya yang mulai basah. Kupermainkan daging2 clitoris yang tertutup bulu kemaluannya, perlahan-lahan kuselipkan jari manisku memasuki lubang vaginanya yang terasa hangat dan ketat. Agak sedikit kubengkokkan ujung jari manisku mengusap bagian dalam lubang vaginanya yang terletak di belakang clitorisnya. Elisa menggelinjang hebat ketika dengan tepat ujung jari manisku mengenai pusat-pusat simpul saraf di dalamnya. Beberapa saat kugerak-gerakkan ujung jari manisku disekitar simpul2 saraf tersebut, dan terlihat pinggulnya berguncang hebat keatas dan kebawah mengikuti gerakan keluar masuknya jariku di dalam lubang vaginanya. Berselingan kupermainkan antara lidahku disekitar pusar dan jari manisku. “Aaaahhhh .. auww .. please Coki come inside me” kata Elisa.
Tapi karena saya berusaha untuk menenangkan diri dari nafsuku yang juga membara, maka kutahan untuk tidak segera memulainya. Saya sudah telanjang bulat dan juga Elisa, ternyata semakin terlihat badannya yang putih mulus dan tidak ada cacatnya, perutnya yang rata dan terlihat sedikit berbuku-buku dan betapa menariknya rambut2 kemaluan dan daging clitorisnya yang begitu rapih bagaikan di buat oleh dokter bedah plastik. Langsung kutancapkan lidahku diantara lubang vagina elisa, dan kuhisap serta kupermaikan disekitar clitorisnya, terdengar desisan “heeehhhh … hhehhhh.. ssssshhh” dari mulut Elisa. Dengan cekatan Elisa juga mulai meraih batang kemaluanku yang memang sudah menegang dari tadi, dihisapnya batangku dan terasa sangat menggairahkan, tak tertahankan sayapun mengerang “hhmmmmgh ….heeehh”. Tidak mau kalah, kuselipkan jari tengah tanganku ke dalam lubang vagina Elisa sambil kuhisap clitorisnya, kusentuh dengan ujung jari tanganku bagian simpul saraf yang terasa seperti benjolan-benjolan kecil, terasa pinggul Elisa menegang dan menggeliat, dan dengan keras dia menjerit “Aaaahhh I am cumingehhhhh… “ ternyata Elisa mencapai klimaksnya.
Kulepaskan hisapanku di sekitar kemaluan Elisa dan perlahan-lahan kuraba buah dadanya yang sudah mengencang, dengan putting merah muda yang mancung mengeras.
Mulai lagi kuhisap puting merah muda itu, kujilat di sekelilingnya, sambil sesekali kuhisap dan kugigit perlahan ujung putingnya. Terasa pahaku menyentuh bulu-bulu kemaluan Elisa, dan dengan kakinya melingkari kakiku, mulai digerakkan digosokkan kemaluannya di pahaku. Rupanya Elisa dengan cepat mulai bergairah lagi dan dia berkata “Ayo sayang, saya masih ingin lagi dan lagi”. Kuarahkan batang kemaluanku menuju lubang vaginanya yang masih basah, dengan sedikit tekanan, terasa secara perlahan batangku memasuki lubang vaginanya yang hangat dan ketat. Terasa batangku teremas-remas oleh otot-otot lubangnya. Kuayun maju mundur dan diikuti gerakan pinggul Elisa yang juga mengayun-ngayun, kucium bibirnya yang indah, gerakanku dan Elisa semakin menggebu. Kita berdua saling menindih dan berguling tanpa terlepaskan lagi, gerakan demi gerakan antara pinggul Elisa dan pinggul saya, dan akhirnya terasa ujung batang kemaluanku mulai berdenyut-denyut tak tertahankan, “eeeuchh… “ kuteriakkan perasaanku yang tertahan selam ini, bersamaan teriakan klimaks Elisa yang semakin membuatku terangsang, kurasakan cairan spermaku memancar keluar dengan kerasnya, dan terasa jepitan yang mengeras disekitar batangku, serta getaran mengejang dari badan Elisa. Akhirnya kita berdua terkulai lemas, kuakhiri permainan cinta ini bersamanya, dan tertidur pulas sambil berpelukan di bawah selimutku yang hangat itu.
Paginya Elisa terlihat semakin akrab dengan saya, kita bercerita tentang hobby, kebiasaan, dan hal-hal kecil lain yang tidak penting, namun semuanya terasa sangat indah. Aduh, jangan2 saya jatuh cinta dengan somebody else’s wife. Karena sepertinya saya yang sudah lebih dari 4 tahun tidak memiliki pacar, tiba2 muncul Elisa dan saya langsung merasa pas serta cocok dengannya.
Setelah kita makan pagi, saya telpon ke hotel ke kamar Ita. Ternyata yang mengangkat si Toto, “hallo, eeeehh.. siapa nihh ganggu tidur aja”, “gue ni Coki, mana Ita”. “Ita siapa ya” kata Toto, “wah elu gila kali ya To, kan elu tidur dikamar hotel orang, buka tuh matalu”. Ternyata Toto masih tidur dan sudah ditinggal pergi oleh Ita, karena Ita harus merias para bintang yang pergi shooting pagi ini. Sedangkan Elisa tidak mempunyai jadwal untuk hari ini.
“Cok, kita ke hotel dulu ya untuk ganti terus nanti antar aku putar-putar cari baju”, “ok aja, kan sekarang hari Sabtu jadi I am free and I am all yours”. Sambil berjalan menuju kamar mandi kulihat Elisa sedang bermain dengan remote tv kabelku untuk mencari program. Kuatur supaya air hangat mengalir melalui shower sekeras-kerasnya agar pegal-pegal hilang dari badanku. Tiba-tiba pintu kaca ruang shower terbuka, dan badan tinggi semampai putih mulus milik Elisa sudah terpampang di depan pintu tanpa busana. Dia langsung lompat ikut masuk ke bawah pancuran shower yang hangat. Tanpa menunggu aba-aba, langsung kita berciuman dan berpagutan bagaikan anak SMA yang kasmaran. Elisa menciumi leher, turun ke dadaku, dan langsung menyambar batang kemaluanku yang sudah menegang menuju arah pukul 11. Dihisapnya, dilumat, dan dijilati batangku, dari ujung sampai ke pangkal. Terasa berdenyut-denyut batangku, Elisa sambil menghisap ujung batangku tangannya meraba-raba sekitar bola kemaluanku, yang membuat seakan-akan aku ingin menggerakkan maju dan mudur pinggulku. Sesekali dengan tangannya dipegangnya batang kemaluanku dan digerakkannya keatas dan kebawah dengan memperkeras hisapan diujung batangku. Bukan main rasanya, kutarik napas dalam-dalam agar keteganganku mengendur. Lalu kupegang pinggulnya dan kuputar badannya, dan terlihat dari belakang pantatnya yang menonjol dan bersih. Kuarahkan batangku menuju vaginanya yang terlihat menantang dari belakang.
Kumasuki vagina Elisa dengan pasti, masih terasa seperti tadi malam, hangat dan sangat ketat. Dibawah pancuran air hangat yang keras Elisa dan saya dimabuk cinta dan nafsu birahi yang membara. Sambil kugerakkan maju mundur dan semakin cepat kuayunkan pinggulku, kubelai dari belakang buah dada Elisa yang menonjol kencang, agak kuremas-remas dan kucubit putingnya. Erangan-erangan Elisa membuat aku semakin memuncak, rasanya tidak dapat aku menahannya. Namun tiba-tiba Elisa melepaskan batangku dari vaginanya dan secepat kilat dia membalik dan menghisap batangku, sambil tidak henti-hentinya dia mengocok batangku, mulutnya menghisap dan mempermaikan ujung kemaluanku dengan lidahnya. Tidaklah tertahankan lagi, aku mencapai klimaks lagi pagi ini. Dengan tanpa risih, tetap dihisapnya kemaluanku sampai habis cairan dari dalamnya. “Honey I really like you”, hanya itu yang diucapkan Elisa. Dan kita berdua saling menyabuni dan membelai menyelesaikan mandi untuk menuju ke hotel.
Sesampainya di Hotel, kita langsung menuju kamar Ita, dan ternyata Toto masih tergeletak dengan nyenyaknya. Dengan sedikit air di gelas, kutuangkan diatas perutnya yang agak buncit. “Ah .ah . ah apaan nih kok dingin-dingin ?”, ha ha ha ha, saya dan Elisa tertawa ngakak. “Wah elu kok pada jail sih sama gue, kan pala gue masih nyut-nyutan sekarang”. Segera saja kubilang “udah deh bangun aja terus pulang ke apartment elu, istirahat dulu, nanti malem kita jalan lagi, dan lagi itu tuh bawa mobil lu, sebab gue was-was nyetir mobil elu”, “ah Coki, coki, elu nih memang suka kebanyakan ngerendahin diri meninggikan mutu, udah nggak jamannya lagi tuh, kan mobil elu juga ada yang elu kandangin melulu di store, keluarin dong dan pake, kan tamu kita ini istimewa, jauh2 dari Jakarta masak cuma elu suruh naik mobil butut lo”. “Hush jangan ngaco ah, butut2 juga nggak pernah mogok, daripada MB elu, dulu sampe gue musti jemput gara2 mogok.” Eh namanya juga Toto yang pantang mudur, dia malah ngoceh ke Elisa “Elisa, jangan percaya sama Coki, dia ini busuk banget lho, kelihatannya sih kalem-kalem aja, tapi sebenarnya bertanduk dan berbuntut dengan mata panah diujungnya, hi .. hi .. hi Coki ini memang keluarga dedemit hi..hi..hi, dan oh iya jangan mau diajak muter2 pake mobi bututnya itu, suruh dia keluarin mobilnya yang disimpen terus di garasi”. Elisa hanya senyum-senyum saja mendengar celotehan Toto, karena tentunya Elisa tidaklah terlalu memusingkan urusan mobil setelah apa yang terjadi diantara kita tadi malam dan pagi ini.
Tapi setelah akhirnya saya dan Elisa keluar hotel diikuti oleh Toto yang mau pulang ke apartmentnya, tiba-tiba ada juga keinginan saya untuk memanaskan mobil saya yang sudah agak lama tidak saya pakai. “Elisa, kalo kita ke gudang dulu sebentar untuk ambil mobil saya untuk dipanasin kamu ok2 aja kan ”, seperti biasa Elisa hanya mengangguk tanpa protes. Mobil langsung saya belokkan untuk mengarah ke tempat penyimpanan mobil saya di sekitar daerah West LA. Setelah menunjukkan pass di depan pintu gerbang yang dijaga oleh seorang satpam, saya dan Elisa menyusur diantara barisan rolling door tempat penyimpanan barang2. Di pintu nomer 600 saya berhenti dan turun untuk membuka dua buah gembok yang mengunci rolling door tersebut. Begitu terbuka, tercium bau minyak dan bensin, wah rupanya kasihan nih mobil saya kelamaan nggak dipakai. Saya cek dulu oli mesin dan air radiator, lalu saya sambung kabel accunya, dan saya start mesinnya. Terdengar deruman mesin boxer 6 cilinder yang khas dari Porsche Carrera 2 warna hitam dengan transmisi Tiptronic. Mobil butut kesayangan kuparkir kedalam menggantikan mobil dua pintuku yang masih terlihat baru sekali, akibat sangat jarang saya pakai.
Terasa benar bedanya, sehabis menyetir mobil bututku terus berganti mengendarai Porsche dengan transmisi Tiptronic, mobil Porsche ini terasa selalu mau mengikuti kemauan pengemudinya, transmisi full electronic otomatis generasi terakhir ini memang benar2 hebat, bahkan patent dari Porsche juga dipakai oleh Mercedes dan mobil lainnya. Mesinnya juga seolah-olah tidak pernah kekurangan tenaga, kapanpun diinjak pedal gasnya, mobil akan melesat bagaikan busur panah. Tapi mengendarai di Amerika tidak seperti di Jerman, karena speed limit di Amerika paling tinggi hanya 65 mil per jam, jadi saya juga tidak terlalu puas mengendarai mobil kencang ini. Paling2 untuk pamer atau kredibilitas saja, atau bila kadang kala saya harus mewakili orang tua saya untuk menjenguk kantor partnernya di daerah Pasadenna yang bergerak di bidang komunikasi dan telemetri.
“El, kamu mau cari baju yang seperti apa, mau yang keren tapi nggak perlu merek atau perlunya yang merek, karena tempatnya beda”. “Terserah kamu deh” kata Elisa. “Kita ke Beverly Connection aja ya, nanti bisa nyebrang ke Beverly Center ” kataku. Memang lebih baik parkir di Beverly Connection kalau Sabtu begini, krn biasanya lebih mudah dapet tempat parkir yang enak.
Sesampainya di Beverly Connection ternyata ada film bagus yang belum saya tonton, sayapun punya ide untuk nonton, “Elisa, selesai belanja kamu mau nggak saya ajak nonton sore nanti, itung2 ngisi waktu dan nunggu sampe malem, biar Ita juga udah selesai shooting”. “Ok, tapi sekarang laper lagi nih, kita makan apa ya”. Elisa langsung saya tawari untuk makan di California Pizza Kitchen yang asli (bukan bikinannya grup Texas Fried chicken seperti di Jakarta ), di California Pizza ini ada pizza dengan variasi berbagai macam potongan daging, kambing yang rasanya syuur sekali, ayam, sapi, dll. Juga ada toping ikan asin dan seribu satu macam lainnya. Tapi saya pesankan yang topingnya daging kambing. Ternyata Elisa berkomentar bahwa memang pizza ini enak, dan rasanya tidak seperti pizza2 lainnya. Selesai makan dia belanja di shopping mall diatas di gedung Beverly Center , eh ternyata kita ketemu banyak anak Indonesia yang lagi pada belanja dan ngeceng di mall ini. Tapi saya cuwek saja, karena rata-rata mereka adalah junior saya, karena saya sudah termasuk yang bangkotan di LA ini. Setelah belanja baju2 yang kebetulan satu selera dengan saya, yaitu baju2 yang tidak terlalu formal tapi rapih, Elisa menaruh belanjaan di mobil dan kita pergi ke General Cinema di Beverly Connection. Filmnya dimulai sekitar pukul 16.00 dan kita datang tepat pada waktunya.
Di dalam gedung bioskop, ternyata hampir tidak ada yang menonton. Mungkin karena kita nonton sore hari dan hari itu adalah hari Sabtu, atau mungkin juga karena filmnya sudah 1 minggu lebih. Elisa dan saya duduk sambil berpegangan tangan, dan kepala kita satu dengan lainnya saling berdekatan, dan filmpun dimulai. Sambil tetap berpegangan tangan, mulai lagi tercium bau parfum Elisa yang merangsang, yang membuat birahiku meninggi lagi, dengan perlahan kusentuh buah dadanya yang kencang dan menonjol dengan jari2ku, dan rupanya Elisa menunjukkan reaksi yang spontan, sehingga Elisa mulai meraba-raba pangkal pahaku. Kitapun berciuman bak anak puber dimabuk cinta, kuraba dadanya dari antara kancing bajunya yang sudah kubuka sebagian, bisa saya rasakan putingnya mulai mengencang dibalik bra yang dikenakannya. Diantara letusan senjata dari adegan film yang seru di layar bioskop, Elisa juga semakin brutal memegangi dan mulai menurunkan ritsleting celana saya. Dengan beraninya dia jongkok dan mulai menghisap batangku yang sudah mulai menegang. Oh bukan main rasanya, dan ini adalah pengalaman yang belum pernah kualami sebelumnya, dihisap seorang cewek di bisokop, “eehhh, eehhh” kutahan eranganku seirama dengan meningginya gerakan tangan Elisa mengocok batangku sambil menghisapnya. “El, stop … stop, udah deh jangan disini” kataku, “aahhh biar deh kan nggak ada yang liat”, eh gila juga nih cewek pikirku. “Ayo deh kita keluar aja”, sambil agak kupaksa kutarik tangan Elisa keluar ruang bioskop. Sesampainya di luar tidak terlihat orang satupun, mungkin karena memang di General Cinema ini penontonnya tidak terlalu banyak. Sambil kulihat ke kiri dan ke kanan serta melihat kalau2 ada kamera cctv utk monitor security, kutarik tangan Elisa menuju toilet. Setelah saya yakin tidak ada cctv langsung kuajak Elisa memasuki toilet wanita.
Kebetulan di dalam toilet benar-benar kosong, dan pintu segera saya kunci dari dalam, dan dengan tidak sabar kita segera saling berciuman dan berusaha saling membuka kancing baju. Kuhisap putting Elisa yang sudah menegang, kuraba dan kuremas mengelilingi buah dadanya, “aaahhhh .. aaahhh…” erang Elisa.
Sambil terhuyung kuangkat badan Elisa dan kududukkan dia diatas meja wastafel, tanganku dengan liar segera menuju ke kemaluannya dan dengan hanya menaikkan roknya, kuraba vaginanya melalui sela-sela celana dalamnya. Erangan Elisa semakin menjadi-jadi, dan tanpa tunggu aba2 segera kutarik celana dalamnya dan kumasukkan batangku yang sudah kukeluarkan dari celanaku. Dengan sedikit dorongan yang agak keras, bisa kumasukkan semua batangku kedalam vaginanya yang menjepit. “auww .. pelan dikit dong, kayaknya punya kamu kok tambah besar sih Cok”, tapi aku sudah tidak bisa berpikir jernih, karena nafsuku sudah memuncak. Maka makin kupercepat gerakanku keluar masuk vaginanya. Kaki Elisa yang putih mulus itu dilingkarkan olehnya ke belakang punggungku, mengakibatkan batangku masuk sedalam-dalamnya dan terasa olehku mentok di uterusnya, yang mengakibatkan Elisa merintih-rintih tanda nikmat. Denyutan demi denyutan di ujung batangku semakin memuncak dan tiba-tiba erangan Elisa yang keras dan pinggulnya yang mengejang menandakan klimaksnya, terasa cengkeraman otot-otot vagina Elisa di sekitar batangku, dan tidak bisa kutahan lagi, kumuntahkan semua spermaku di dalam vagina Elisa. Ternyata Elisa terus menghentakkan pinggulnya ke badanku tanpa henti, dan cengkeraman kukunya di pundakku membua klimaksku terasa begitu ngilu tapi enak dan berkali-kali. Setelah segalanya berlalu kita hanya saling berpelukan dan kudiamkan batangku beberapa saat di dalam vagina Elisa, terasa ada cairan keluar dari Elisa dan batangku mengendur. Lalu kita cepat2 beres2 untuk keluar dari toilet wanita itu karena takut ada orang yang masuk, tapi ternyata diluar tetap sepi2 saja. Kita berdua hanya tersenyum nakal, dan kita memutuskan untuk langsung ke mobil tanpa meneruskan menonton film tadi. Dalam perjalanan ke hotel Elisa, teringat lagi bahwa akhirnya aku melanggar prinsipku sendiri untuk jangan berselingkuh dengan istri orang, namun apa mau dikata, nasi sudah menjadi bubur.
Sabtu sore itu ternyata jalanan agak macet, untung mobilku tidak manual. Sehingga sambil dengan santai mengemudikan mobil, kuceritakan tempat2 favorit celebrities Hollywood suka nongkrong di sekitar Sunset boulevard, seperti restoran Spago, dan lain-lain. Sesampai di hotel Elisa ternyata rombongan crew film dan bintang2 tenar negriku sudah pada santai di hotel. Elisa segera masuk ke kamarnya, dan saya mengetuk pintu kamar Ita. “Ita, Ta …, ini gue Coki”, “iya tunggu dulu gue baru abis mandi”. Setelah beberapa saat pintupun terbuka, kulihat Ita hanya mengenakan handuk yang dililitkan sebatas dadanya. Rambutnya yang cepak masih basah dan awut-awutan, terlihat betis dan pahanya yang mulus karena handuknya hanya menutup sampai sebatas di bawah belahan pahanya sedikit saja. “Eh kemana aja elu sama Elisa, udah belanja baju belom dienya”. Langsung saja saya jawab “Oh tadi udah belanja di Beverly Center, dan gue ajak dia makan California Pizza Kitchen” tapi dalam hati saya bertanya, “kok Ita nggak nembak gue langsung ttg tadi malam Elisa nggak tidur di hotel ? ah tapi mungkin karena Ita kan cuwek”.
Sambil berjalan menuju lemari pakaian, Ita denga cuweknya melepas handuknya membelakangiku untuk berpakaian. Walah maaak itu pinggang dan pantat, nggak nahan deeeh ! Maklum cowok kayaknya kok nggak puas-puas juga yach.
Tidak berapa lama ternyata Toto dan temannya sudah datang juga di hotel, dan kita beramai-ramai dengan rombongan orang film pergi ke Melrose Ave untuk berjalan-jalan dan makan malam.
Marina del Rey
Selesai jalan2 dan makan malam, acara selanjutnya dari rombongan film adalah acara bebas, karena hari Minggu mereka semua istirahat. Sehingga ada sebagian rombongan yang pergi denga teman mereka, ada sebagian yang pulang, dan saya, Toto, Ita, Eliza dan teman saya satu lagi memutuskan untuk pergi ke jazz club. Lalu kita sepakat pergi ke Warehouse yang terletak di 4499 Admiralty Way , Marina del Rey.
Club restaurant Warehouse ini tempatnya romantic dan musiknya biasanya oke banget, banyak menampilkan pemain musik berirama jazz popular yang enak didengar. Para Waitressnya pun mengenakan seragam putih celana pendek atau rok tennis, sehingga terlihat sexy dan menarik, dan sepertinya sih mereka semua pilihan, karena hampir semuanya enak dilihat dari atas sampai bawah.
“Toto, malam ini jangan minum kebanyakan ya, entar kayak kemarin lagi elu musti nginep di kamar gue” kata Ita. “Oke gue nggak bakal teler deh kayak kemarin” balas Toto. Sambil makan snack dan minum minuman masing2, Ita berbisik kekuping saya “Cok, elu kok berani sih jalan sama Elisa, sampe2 nggak elu pulangin ke hotel lagi”. Deg hati gue kaget nggak nyangka ditanya sama Elisa. “Habis gimana ya Ta, semua sih kayak banjir ngalir aja, nggak direncanaain dan nggak tertahankan. Kayaknya sih terus terang gue suka sama Elisa, tapi please jangan bilang siapa2”. Ita bilang “Nggak apa2 kok, gue nggak suka ngegosip, tapi tolong elu ati2 aja, dan kalo bisa udah jangan diulangin, kan gue kadang2 suka ditanayain sama lakinya di Jakarta , karena gue tukang riasnya yang dipercaya”. “Iya deh kalo gitu, gue akan usahain untuk tidak terulang lagi” jawab saya pendek.
Sambil terus menikmati lagu ternyata kita semua sudah menghabiskan banyak sekali minuman beralkohol, sehingga kita berlima ketawa-ketawa dan lupa akan segala kesusahan, yang juga mengakibatkan kontrol diri kita menurun drastis.
Seperti biasa saya yang nomer satu sadar duluan untuk mengakhiri malam yang terlalu gembira ini, walaupun malam ini saya termasuk yang paling banyak minum, yang mengakibatkan saya sendiri sudah sangat terlalu mabuk untuk bisa sadar seperti biasanya. Akhirnya saya pulang bertiga denga Elisa dan Ita, sedangkan Toto dan teman saya pulang berdua.
Di mobil kita bertiga ketawa dan bercanda terus, “wah lagunya tadi enak2 dan suara penyanyinya bukan main bagusnya” kata Elisa. Sambil mengemudikan dan kepala yang terasa berputar-putar, saya nyeletuk aja “emang sih enak banget, tapi gimana nih sekarang gue kok kayaknya nyetirnya udah kayak kapal oleng ? gue takut kalo nyetir ke hotel kalian suka ada polisi iseng mereksain orang mabok”. “Nah jadi gimana dong” kata Ita. Saya jawab tanpa maksud apa2 “gimana kalo kalian tidur aja di apartment gue, kan tempat tidur gue besar, jadi kita nggak berebutan kasur, dan juga jalan ke apartment biasanya nggak ada polisi jadi kita lebih aman”. Ternyata semua setuju saja, dan dengan sangat hati2 saya kemudikan kendaraan supaya tidak terlihat oleng oleh orang lain.
Sesampainya di Apartment langsung kita semua tergeletak di tempat tidurku tak sadarkan diri, sampai suatu saat di pagi buta tiba-tiba saya dengar suara-suara yang aneh. Kresek, kresek, kresek, cup, cup, cup, krecek, krecek, crek, crek, hhheeehhh, heeeehhhh. Dengan mata yang masih sangat berat dan kepala yang masih sangat bertalu-talu dan pusing, saya mencoba memicingkan mata dan mencari asal bunyi itu. Ternyata tanpa saya duga2, Ita dan Elisa sedang saling mencium berlawanan arah alias 69. Nampaknya mereka berdua sangat menikmati kegiatan yang mereka lakukan tanpa mengetahui bahwa saya sudah mulai memperhatikan dengan mata yang saya coba belalakkan tapi pedih.
Tapi tiba-tiba tangan Elisa menarik tungkai saya dan dia bekata “ayo sayang kesini dong cium saya”, saya masih terkaget melihat adegan mereka. Belum juga saya sempat berpikir atau menjawab, langsung tangan Ita menarik dan menurunkan celana tranining saya. Selanjutnya Ita mengalihkan kepalanya menuju ke kemaluan saya, Ita segera melahap batang kemaluan saya yang baru perlahan-lahan terangsang setelah saya melihat adegan yang mereka lakukan. Elisa pun langsung mencium mulut saya tanpa saya dapat bereaksi untuk mengelak atau menyambutnya.
Mendapatkan rangsangan dan hisapan yang mengejutkan di batang kemaluan saya, serta ciuman bertubi-tubi di mulut saya, ditambah kepala yang masih bertalu-talu; membuat saya menyerah dan menikmati serta mengikuti irama kedua cewek yang sudah membabi buta itu.
Hisapan demi hisapan kurasakan di batangku, dan jilatan serta gigitan kecil di daerah dadaku pada saat yang bersamaan, membuat suatu rangsangan yang memabukkan dan sukar untuk dijelaskan ataupun dilupakan. Kudongakkan kepalaku membenam ke bantal, kumengejang dan mengerang kenikmatan, sambil dengan perlahan berusaha untuk lebih sadar dari rasa pusing dan kunang2 akibat alkohol. Kuraih kepala Elisa dari daerah dadaku, kutarik badannya keatas, dan kujilat serta kucium buah dadanya yang sudah sangat keras. Dengan mataku yang terpejamm kuhisap dan kuremas dengan jari2ku buah dada Elisa yang memang sangat menggemaskan itu. “oohhhh, emmmm, auuhhh” erang Elisa. Tapi tiba-tiba Elisa melepaskan diri dan mengarahkan kepalanya ke batang kemaluanku. Kurasakan Ita melepaskan mulutnya dari batangku, dan terasa kembali hisapan dengan rangsangan yang lain dari yang tadi. Oh tentunya ini adalah Elisa yang sedang menghisap batangku, terasa benar-benar luar biasa, lebih lembut tapi terasa seperti semua otot2 ku mengejang akibat hisapan Elisa di batangku. Kemudian kurasakan pantatku terdorong keatas oleh dua buah tangan dan tanpa kuduga ada sebuah benda halus dan hangat serta basah yang mulai menjilati daerah disekitar buah kemaluanku. Hisapan dan belaian tangan elisa di batangku serta jilatan Ita disekitar buah kemaluanku membuatku semakin meronta-ronta.
Blaarrrr, kurasakan bagaikan sebuah bom yang menggetarkan seluruh otot dan badanku, ketika ujung lidah Ita mulai menjilati disekitar lubang duburku, ditambah rangsangan oleh Elisa di batangku. Lemas sudah badanku terasa, namun kenikmatan yang tak teruraikan itu belum juga mencapai puncaknya, mungkin akibat alkohol yang terlalu banyak membuat klimaksku belum tercapai juga.
Kekuatanku dan kesadaranku tampaknya mulai pulih akibat rangsangan yang menggema bagaikan ledakan bom itu, maka segera kutarik badan Elisa dan segera kumasukkan batangku ke dalam vaginanya yang sudah basah terangsang. Dengan posisi merangkak, kumasuki vagina Elisa dari belakang, kupompa dan kugoyang dengan cepat. “ah .. ah .. ah .. ah.. “ teriak Elisa, “please harder, oh harder”. Bagaikan banteng melihat kain merah kupercepat gerakanku memasuki lubang vagina Elisa. “Auuuuuuuhhhhh,…” erang Elisa, badannya mengejang dan bergetar kemudian terkulai lemas didepanku.
Kucabut batangku yang segera disambut oleh Ita yang dari tadi hanya mengamati dari sampingku. Dituntunnya batangku menuju vagina Ita yang tertutup oleh rambut kemaluan yang sedemikian lebatnya. Dengan posisi aku dibawah dan Ita diatas, Ita langsung memulai gerakan secepatnya begitu seluruh batangku terbenam di dalam vaginanya. Ita mulai menggoyangkan pinggulnya bagaikan menunggangi kuda rodeo. “Ehhhhh, ohhhh, ahhhh, “ gumam Ita sambil terus menggoyangkan pinggulnya diatasku. Terasa lubangnya yang sangat basah dan licin melingkari batangku keluar dan masuk, maju dan mudur. Rasa geli dan ngilu terasa sangat nikmat olehku, kugerakkan pinggulku mengikuti gerakan Ita yang menggila itu. Kurasakan kejangan dan kudengar desahannya yang meninggi, pada saat bersamaan kurasakan pula denyutan dibatangku yang semakin mengejang. “Uuuhhhhh, ah, ah, ooooohhhhh” teriakku bersamaan dengan jeritan Ita yang melengking tinggi, “aaaiiiiiichhhhhhm, oh, oh , oh , oh…..”
Hari itu di pagi buta kita bertiga terkulai lemas di apartmentku. Terlihat dikejauhan melalui jendela kamarku, sebagian lampu-lampu yang berkedip-kedip sudah padam, dan kota LA sudah memulai kegiatannya kembali.
Karena kesibukanku di sekolah, tidak terasa hari2 berlalu begitu cepatnya setelah kejadian di pagi buta bersama Elisa dan Ita. Hingga akhirnya tibalah hari terakhir Elisa di LA.
Malam terakhir itu saya dan Elisa pergi berdua saja ke salah satu kafe di North Beverly Drive , sengaja saya ajak ke situ karena suasananya sangat romantis dan syahdu.
“El, mau makan apa” sapaku. “Spaghetti aja deh dan minta capuccino sekalian” katanya. Dan saya sendiri pesan ayam panggang serta beer. Setelah kita selesai makan, kita duduk2 dan pesan minuman lainnya, sambil mendengarkan pemain piano dan biola yg memainkan lagu2 yg sangat indah kitapun ngobrol2.
“Coki, kamu nggak nyesel kenal saya”.
“Kok tentang nyesel sih yg ditanya, tentu aja nggak nyesel. Tapi terus terang saya memang kepikiran atas apa yg saya perbuat dgn kamu” kata saya.
“Oh iya saya ngertiin kamu, kan saya sudah bersuami, tentu kamu bingung ngeliat saya seperti ini kan “.
“Jangan salah sangka ya, saya suka sekali sama kamu. Kamu baik, pengertian, kamu juga perhatian sekali, terus terang kamu juga sangat hebat di ranjang” goda saya.
“Tuh kan ngeledek yach” jawab Elisa. “Sorry, sorry, bukan gitu maksudnya, tapi kan kamu sudah ada yg punya dan resmi lagi” kata saya sambil mempermainkan jari jemari tangan Elisa yg lentik.
“Saya tau saya sudah lewat batas, tapi saya sayang kamu Coki” kata Elisa terlihat sedih.
Setelah membayar kita pergi utk pulang ke hotel Elisa, ketika di mobil dia berkata “Sayang, boleh ya saya minta satu permintaan terakhir”.
“Apa sih kok ngomongnya kayak kamu udah nggak akan ketemu saya lagi” jawab saya.
“Let me have this whole evening till morning with you” bisiknya.
Tanpa menjawab saya anggukkan kepala saya dan langsung mengarahkan mobil ke apartment saya. Tidak perlu menunggu terlalu lama lagi, seketika setelah saya menganggukkan kepala, Elisa langsung menciumi leher saya. Tangannya menggapai ke selangkangan saya, dan segera diturunkan ritsleting celana saya. Diciuminya juga dada saya, putting saya dijilati dan dihisap. “El aduh enak sekali kamu ngisepin puting saya” kata saya.
Tanpa berkata apapun, Elisa terus menciumi badan saya dan akhirnya melalui lubang ritsleting celana saya yg sudah terbuka, ditariknya keluar batang kemaluan saya. Sambil perlahan-lahan dipegangnya dan diarahkan mulutnya menuju kepala batang kemaluan saya.
Dengan perlahan dijilatnya ujung kemaluan saya, ahhhh terasa rangsangan yg sukar dijelaskan, dan rasa itu sampai membuat kedua paha saya terasa lemas.
Dihisapnya batang saya, naik-turun, dipegangnya pangkal batang saya dan dengan mempercepat hisapan naik-turun di ujung kemaluan saya, terasa rangsangan2 yg semakin memuncak di kemaluan saya.
“Elisa sayang, kita sudah sampai di apartment” kata saya sambil secara perlahan mengusap kepalanya yg masih di depan kemaluan saya. Lalu kita pun turun setelah saya merapikan celana.
Begitu masuk ke apartment, kita berdua langsung bepelukan dan berciuman dengan sangat bernafsu. Kujatuhkan badan Elisa di tempat tidurku, perlahan kuciumi lehernya dan kujilati bagian belakang kupingnya. “aaahhhh, ahhhhh” erang Elisa.
Tangan kiriku mulai meraba-raba buah dadanya yg sudah mengencang. Kulepaskan pengait bra yg dikenakannya. Segera terlihat buah dadanya yg merekah kencang dengan putting kecil yg masih sangat merah muda. Kucium lagi bibirnya dan kupemainkan kedua buah dada Elisa.
Kurasakan gerakan lidahnya yg semakin menggebu-gebu di dalam bibirku, ciumanku dan ciuman Elisa semakin menjadi-jadi.
Kugesekkan pahaku di sela-sela kedua belah paha Elisa, terasa sebuah gundukan keras mengganjal dipaha kananku. Ciumanku di bibirnya kualihkan turun menuju buah dadanya yg terlihat sangat menggemaskan. Kucium putting kanannya sambi meremas buah dadanya yg sebelah kiri, lalu setelah dia terlihat semakin terangsang, kualihkan ciumanku ke putingnya yg kiri, sambil kuraba vaginanya yg terasa mulai basah.
“aaahhh, oohhhhh, aaahhhhh” desah Elisa menjadi-jadi, ketika jari tengahku menyentuh clitorisnya dari balik celana dalamnya. Kumasukkan jari tengahku di lubang vaginanya yg masih belum terlalu basah dan masih terasa ketat, kuciumi dan kuhisap juga kedua buah dadanya.
Belum lagi kuciumi vagina Elisa, tiba-tiba kurasakan geliatan badannya yg semakin keras. Pinggulnya yg mengejang dan terangkat. “”oooohhhh, auhhhhh, eeeh, eeeh, eeeh, Coki oh auh lebih cepet dong aduh ya ya ya gitu” erangnya. Sambil terus kupermainkan clitoris Elisa, erangannya juga semakin meningkat, pinggulnya mengejang dan kedua pahanya menjepit pergelangan tanganku yg masih tertempel di vaginanya, dan akhirnya Elisa mengalami klimaksnya.
Setelah saya dan Elisa berpelukan beberapa saat, Elisa tiba2 bangun dan menarik saya ke teras apartement saya. Dibukanya pintu kaca ke arah teras, dan terasa udara dingin menusuk kulit2ku yg sudah tidak terbungkus sehelai benangpun.
Dengan tetap berpelukan Elisa dan saya berdiri di teras apartment saya yg menjorok di tepi tebing Hollywood Hills, dgn pemandangan yg indah mengarah ke down town LA.
Sambil sedikit gemetaran karena dingin, Elisa mulai mencumbuku. Diciumnya bibirku dan dirabanya batang kemaluanku yg masih menegang sejak saya dan Elisa bercumbu di tempat tidurku. Sayapun tidak tinggal diam, sambil terus memagut bibir dan lehernya, kuraba dan kuremas buah dada Elisa yg keras dan kenyal. Terasa putingnya yg kecil mengeras karena udara yg dingin dan rangsangan dari cubitan2 ku di ujung putingnya.
Diciuminya dadaku, perutku, dan akhirnya dihisapnya batangku, dengan perlahan dihisapnya naik-turun batangku, dan dgn tangannya dirabanya pangkal buah kemaluanku. Terasa rangsangan yg menggelitik dan mengasyikkan di sekujur tubuhku.
Udara dingin sudah terlupakan akibat saya dan Elisa semakin bernafsu. Kuraih badannya dan kuputar badannya membelakangiku. Elisa meraih pagar terasku dgn tangannya, dan dilebarkannya kakinya, sehingga terlihat jelas lubang vaginanya dari belakang.
Segera kumasukkan batangku kedalam vaginanya, dan terasa hangat menjepit. Dengan perlahan kugerakkan pinggulku kedepan dan kebelakang, kuayun semakin cepat dan cepat.
Batangku menggesek dan merangsang bibir vagina Elisa, “ahhhhh, lebih cepat Coki, ya, ya begitu” erangnya. Geraka pinggulku yg semakin mengganas mengakibatkan ujung batang kemaluanku terasa mentok di dalam vagina Elisa yg sempit.
Rupanya karena birahiku yg semakin memuncak, persetubuhanku dengan Elisa tidaklah berlangsung terlalu lama, dan rupanya hal ini juga dialami oleh Elisa.
Sehingga akhirnya, ” ah, ah , ah, saya udah nggak tahan lagi nih, auh, ah, oooooooohhhhhhhh” erang Elisa mencapai puncaknya, dan bersamaan pula kurasakan semburan spermaku yg sangat banyak di dalam vagina Elisa yg menjepit akibat klimaksanya.
Setelah terdiam beberapa saat baru mulai kurasakan bahwa udara diluar ternyata sangat dingin. Segera kutarik Elisa utk masuk ke dalam. Dan saya serta Elisa tertidur pulas kecapaian di bawah selimut tempat tidurku yg hangat.
Keesokan harinya, Elisa dan rombongan pulang ke Jakarta dgn Garuda. Pesawat lepas landas dari LAX Airport sekitar jam 11.00 waktu LA. Akhirnya selesai sudah satu babak dalam kehidupanku di LA, selanjutnya kehidupanku berjalan seperti biasanya, kuiisi dgn kegiatan2 yg cukup padat.
Salah satu kegiatan saya adalah sering ikut mengadakan acara bagi anak2 Indonesia yg di LA. Dan bila kita sering berkumpul bersama anak2 Indonesia , keinginan pulang ke Indonesia kadang2 terlupakan. Belum lagi kalau kita pergi beramai-ramai nonton film2 baru, yg biasanya direlease setiap hari Jum’at. Memang pergi ke cinema adalah salah satu hobby saya yg sukar dikurangi, karena dari kecil saya sangat suka menonton film.
Hari demi hari kulalui dgn ujian2 yg membuahkan nilai baik, sehingga tidak terasa masa liburan sekolah sudah semakin dekat, ketika suatu sore saya sedang belajar di apartment teman saya, ada sebuah dering telpon. Si empunya apartment mengangkat telpon dan dia memanggil saya, “Coki ada telepuuun”. “Dari siapa” tanya saya. “Tau gue nggak nanya”.
“Hallo” kata saya di gagang telepon
“Masih ingat saya nggak” kata seorang wanita disebrang telpon itu.
” Emmmmm Elisa ya” teriakku kaget.
“Kok masih kenal sih” tanya Elisa
“Pasti dong masak saya lupa sih, eh tapi gimana bisa telpon saya disini”
“Tadi Elisa coba2 telpon ke nomer2 telpon teman2 kamu. Kan saya masih simpan, dan ternyata ketemu juga kamu di nomer ini” katanya.
“Wah kamu bikin saya kaget deh, terus apa kabar kamu sekarang” tanya saya.
“Baik, dan kamu gimana” tanya Elisa.
Dan saya bercakap-cakap dengan asyik. Ternyata tanpa terasa sudah hampir 30 menit, sehingga saya bilang saja sebaiknya sudah dulu nanti saya akan telpon dia lain waktu.
Setelah saya tutup telpon dari Elisa, terbayang lagi waktu2 yg saya lewatkan bersamanya di LA. Ah terasa begitu manis dan menyenangkan, dan tadi di telpon Elisa bilang kalau saya pulang ke Jakarta , jangan lupa utk telpon dia. Tapi karena saya sedang belajar utk persiapan ujian2 saya, akhirnya bisa terlupakan juga perasaan kangen sama Elisa.
Bulan Jully akhirnya datang juga, dan masa liburan dimulai sudah. Saya masih bimbang memikirkan apakah saya akan pulang libur ke Jakarta atau tetap di LA, sehingga bisa magang di Pasadenna, di kantor partner ayah saya. Karena dikantor dia pegawai ceweknya oke2 banget, dan lebih lagi bidang usaha kantor itu sangat saya suka, karena berhubungan dgn komunikasi dgn elektronik canggih. Tapi akhirnya untuk kali ini saya memutuskan utk pulang ke Indonesia saja, karena sudah 2 tahun saya tidak pulang ke Jakarta .
Begitu mendarat di Jakarta pada malam hari karena sudah transit di Singapore, udara lembab dan panas sudah tidak terlalu membuat saya kaget. Saya dijemput oleh kedua orang tua saya dan kakak perempuan saya. Mereka begitu gembira karena saya mau pulang ke Jakarta waktu liburan, dan mereka menawarkan utk langsung pergi makan saja ke restoran.
Kita pergi ke restoran sea-food Suda Kelapa di daerah pelabuhan Sunda Kelapa. Ini memang salah satu restoran favorit saya dan keluarga saya. Kita biasa memesan udang bakar, cumi bakar dan ikan bakar, memang semua serba bakar supaya tidak mengandung minyak sehingga lebih sehat.
Sewaktu saya dan keluarga saya sedang menyantap hidangan, tiba-tiba saya lihat serombongan orang baru datang utk makan malam. Dan saya rasakan degub jantung saya meningkat, karena ternyata ada Elisa diantara rombongan itu, tapi nampaknya dia tidak melihat saya.
Sambil menyelesaikan makan malam, saya berpikir apakah saya akan menegur Elisa atau mencoba menyelinap dan seolah-olah tidak melihatnya. Tapi pintu restoran ini hanya satu dan hampir mustahil bisa keluar tanpa terlihat oleh Elisa.
Setelah membayar saya berdiri dan keluar paling belakang, sementara orang tua dan kakak saya duluan. Sambil melewati mejanya saya putuskan utk menegur Elisa.
“Selamat malam, apa kabar Elisa” sapa saya.
“Eeeeh Coki, aduh duh, kok bisa ketemu disini ya” terlihat mat Elisa berbinar-binar dan seakan-akan dia ingin sekali memeluk saya, tapi dia terlihat menahan diri karena dia datang dengan rombongan.
“Iya nih, saya baru aja sampe di Jakarta terus diajak makan kesini” kata saya
“Ah masih kayak mimpi deh, Coki besok telpon saya ya, dan sorry deh saya habisin makan dulu, sampe besok ya” kata Elisa.
Saya langsung keluar dan segera menyusul keluarga saya di mobil.
Malam itu saya di kamar masih terus memikirkan pertemuan saya dgn Elisa, karena besok saya bermaksud utk tidak menelpon dia. Tiba-tiba interkom di telepon kamar saya bunyi dan terdengar “Coki ada telepon di line 5″ kata kakak saya.
“Hallo Coki disini” kata saya.
Agak beberapa saat tidak terdengar suara, “I miss you so much Coki” suara Elisa yg tak asing lagi.
“Eh kamu kok udah nelpon, tadi bilang besok saya yg disuruh telpon kamu”.
“Ya habis saya udah nggak tahan dan kangen sekali, jadi saya telpon kamu” kata Elisa.
Akhirnya setelah berbicara hampir satu jam, saya diminta Elisa utk menyusulnya di tempat syuting di Dunia Fantasi Ancol besok sore.
Keesokan harinya, pada sore hari saya pergi ke DuFan utk memenuhi undangan Elisa yg rupanya sdg syuting di DuFan utk sebuah film. Waktu saya sedang mencari-cari rombongan orang film, tanpa disangka ada yg memanggil nama saya, “Coki kesini, kita di sini”. Waktu saya hampiri asal suara itu ternyata Ita yg tetangga saya itu, dia sedang asyik minum coke sendirian.
“Haduh apa kabar non, gimana kamu di Indonesia sekarang” tanya saya.
“Yah baik2 saja, dan gue sendiri kayaknya karir makin mantap nih Cok, maklum gue kan udah lama juga ngerias bintang2 pilem” kata Ita.
“Dimana Elisa, gue disuruh dateng kesini sama dia”
“Dia masih syuting, sebentar juga kelar”
Belum juga Ita selesai berbicara dgn saya, Elisa sudah datang dan langsung memeluk saya dari belakang.
“Halo sayang” kata Elisa sambil terus mengecup bibir saya.
Oh shit dalam hati saya mengumpat, karena tercium bau parfum yg dikenakannya. Maksud hati mau menjaga jarak, tetapi bila mencium bau badan Elisa rasanya tak kuasa saya menahan diri.
“Halo juga Elisa, dan bagaimana kabar kamu selama ini, tentu baik2 aja kan ” tanyaku.
“Ya begitulah kira2″ jawab Elisa.
Kulihat serombongan orang datang menghmapiri meja tempat kita duduk.
“Kenalin ya ini, Coki. Dia yg nolongin rombongan gue sight seeing waktu syuting di LA.” kata Elisa. Lalu satu per satu saya dan mereka saling memperkenalkan diri.
“Mbak nanti gimana acara di rumah mbak, jadinya jam berapa” kata salah satu bintang film berinisial DN.
“Ya kayak biasa deh sekitar jam 7.30, dan jangan telat ya. Karena malam ini saya nggak mau malem2 selesainya” kata Elisa.
Setelah mereka saling bikin janji utk nanti malam, rombonganpun lalu pulang dan meninggalkan Elisa dan saya berdua saja.
“Sorry ya Coki, saya belum kasih tau ke kamu kalo nanti malem rame2 mau pada makan malam di rumah saya, dan saya harap kamu juga dateng” kata Elisa
“Ooo saya juga diundang” tanya saya, “apa nggak kenapa-napa kalo saya dateng”.
“Oh saya tau maksud kamu, udah nggak apa2 dateng aja, karena si doi lagi keluar kota ” katanya.
Saya hanya menganggu-ngangguk saja tanda setuju. Tetapi sebenarnya saya merasa sangat bersalah karena saya sudah termasuk menjadi pengganggu rumah tangga orang.
Kita langsung pulang setelah berbincang-bincang sebentar.
Malam itu, sesuai undangan Elisa utk ke rumahnya, maka saya pergi dgn tujuan agar tiba dirumahnya agak terlambat. Dan saya akhirnya sampai sekitar jam 8.15 di rumah Elisa.
Ternyata rumah Elisa cukup besar dan bagus, dan terletak dikawasan perumahan yg memang juga mahal.
“Malam, ibu Elisa ada” tanyaku kepada satpam.
“Oh silahkan masuk, Bapak kan yg namanya Pak Coki ya” kata si satpam.
“Kok tau pak nama saya Coki” tanya saya heran.
“Sebab tadi Ibu sudah pesan kalau ada tamu lagi yg datang pasti Pak Coki” jawab si satpam.
Saya masuk menuju ruang utama, dan terlihat orang2 itu sedang ngobrol dan duduk2 di sofa sambil nonton tv.
“Nah ini dia baru dateng” kata si bintang film berinisial DN.
Dalam hati aku berpikir, kok sok kenal banget si DN ini. Ah masa bodoh lah, yg penting gue sih jelas2 nggak nolak kalo bisa pulang sama DN dalam hati saya berkata.
Setelah kita bersantap malam dgn masakan yg enak dari si Embok, pembantu Elisa yg katanya udah mengasuh dia dari kecil. Para artis dan crew film itu bermain kartu di rumah Elisa. Sudah tentu pakai uang, walaupun tidak terlalu besar.
Saya tidak mau ikut main kartu, karena saya memang menghindar utk bermain kartu pake duit dgn orang2 yg belum terlalu saya kenal, takut2 ada salah sangka malah jadi nggak enak.
Saya hanya duduk di belakang Elisa dan memperhatikan dia main. Diam2 saya memperhatikan si DN yg duduk di samping kiri Elisa, sehingga bisa terlihat dgn jelas tonjolan di dadanya yg begitu menggiurkan, apalagi DN ini umurnya masih sangat muda.
Dan dari tadi sepertinya DN menaruh perhatian juga dgn saya, karena saya dan DN sudah banyak ngobrol di ruang tamu Elisa.
Setelah capai bermain kartu akhirnya sekitar pukul 12 malam para rombongan minta pamit utk pulang, dan tentu saja saya langsung ikutan buka suara utk pamit.
“Eh nant-nanti, Coki jangan pulang dulu dong. Kan kita belum ngobrol2″ tahan Elisa supaya saya jangan pulang bersama-sama para tamu Elisa.
“Iya Coki nggak usah ikut bareng kita, temenin aja dulu si Mbak. Eh tapi besok kita telpon2 an ya” kata DN.
“Bener Cok, ajak aja si DN jalan2, dia nggak punya cowok lho” timpal Elisa kepada saya.
Sepulangnya mereka, Elisa dgn santainya merangkulku dan menariknya duduk di sofa. Sambil meluruskan kakinya di sofa, Elisa merebahkan kepalanya di pangkuanku.
“Coki, rasanya pengen deh kamu malam ini nggak usah pulang. Iya ya kamu tidur disini malam ini” tanya Elisa.
“Aduh nggak mungkin dong non, nanti apa kata si embok dan satpam kamu” jawab saya.
Setelah saya menolak ajakannya utk tidur di rumahnya, Elisa langsung mempererat pleukan di badan saya. Dibukanya kancing baju saya dan diciuminya dada saya, sambil dirabanya kemaluan saya dari luar celana jeans saya.
Saya langsung merebahkan badan saya di sofa, dan kita berdua berdesakan di sofa yg panjang di ruang tamunya. Saya cium bibirnya yg merekah, dan dibalasnya ciuman saya. Saya dan Elisa bercumbu dan berciuman bagaikan anak SMA yg sedang kasmaran, terulang kenangan di LA.
Lalu dgn kemauan yg sekeras-kerasnya, saya menghentikan cumbuan diantara saya dengannya secara perlaha-lahan.
“Elisa, jangan marah ya. Saya mau bilang bahwa saya malam ini harus pulang. Kan ini baru malam saya yg ke 2 di Jakarta , nanti orang tua saya akan mencari saya” kataku.
Elisa cemberut mendengar kata2 saya, tapi rupanya dia juga sadar dan tidak menahan diri saya. Lalu saya akhirnya pulang dari rumah Elisa sekitar pukul 1.30.
Paginya saya bangun dengan susah payah, terasa badan saya pegal semua. Ingin sekali saya berenang dan melemaskan otot2 yg masih pegal akibat perjalanan jauh dari LA ke Jakarta . Saya pikir ada baiknya saya ajak kenalan baru saya si DN bintang film yg baru mulai ngetop. Kan kemarin malam sudah ngobrol banyak dgn saya.
“Hallo bisa bicara dgn DN” tanya saya di telpon.
“Oh darimana ini” terdengar suara seorang ibu disebrang telpon.
“Ini dar Coki tante” jawabku.
“Sebentar ya”…..”Hallo Coki ya” terdengar suara DN yg agak besar dan berat.
“Iya ini Coki, eh kamu pagi ini ada acara nggak, kalau mau saya mau ajak kamu berenang” tanya saya. “Ayo mau dong, kebetulan banget tuh, kan gue emang hobby berenang” jawabanya.
Setelah mandi cepat2, saya menuju rumahnya di daerah Kebayoran Baru. Saya pencet bel di pagar, dan tidak lama kemudian muncul seorang wanita muda dgn selop berhak tebal, betisnya yg panjang terlihat indah melangkah diantara kerikirl2 di halaman rumahnya. Ternyata DN mengenakan celana pendek jeans yg agak ketat. Weleh-weleh, nggak saya sangka kaki DN begitu indah, dan pantatnya yg ternyata juga menonjol dan kencang.
Perutnya rata dan buah dadanya yg terlihat menonjol dgn ukuran yg sedang, tetapi pasti akan mengundang lirikan mata dari setiap laki2 yg berpapasan dengannya. Memang wajah DN tidak terlalu cantik, namun dia memiliki daya tarik yg alami, apalagi melihat kulitnya yg sangat mulus walupun kalah putih bila dibandingkan Elisa.
Akhirnya kita berdua berenang di hotel Grand Hyatt, dan ternyata pagi itu tidak terlalu banyak orang berenang, bahkan saya rasa hanya kita berdua yg orang Indonesia .
Si DN ternyata benar2 hobby berenang, karena dari pertama masuk dia sudah mondar-mandir tanpa henti lebih dari 40 kali. Memang jaraknya paling 15 M seklai jalan, tapi tetap saja saya nggak menyangka DN benar2 hobby berenang. Setelah yg ke 50 akhirnya dia berhanti dan menghampiri saya.
“Elu gimana sih kok berenangnya cuma sedikit” tanaynya. “Iya nih gue masih agak jet-lag kali, habis masak udah makin siang malah makin ngantuk” jawab saya.
“Udah biar nggak ngantuk kita latihan berenang dan menyelam. Caranya elu berdiri, gue dari belakang berenang menyelam masuk ditengah-tengah antara kaki elu, terus gantian gue berdiri di depan dan elu berenang menyelam masuk ditengah-tengah kaki gue, dan gitu seterusnya. Nanti hitung bisa berapa lama kuatnya, karena itu membantu pernapasan dan melemaskan otot2 supaya perkembangannya merata” kata DN mengguruiku.
Setelah memberikan instruksi langsung DN menyelam melalui bawah selangkanganku dan kulihat dari atas air waktu DN berenang di bawahku, postur tubuhnya yg bagaikan gitar dgn pantat yg sangat mengundang tangan jail utk merabanya. Segera saya gantian berenang menyelam melalui bawah selangkangan DN, dan begitu seterusnya. Hingga timbul niat jailku ketika mulai kurasakan capai setelah berkali-kali berputar-putar berenang dan menyelam melalui selangkangannya.
Pada saat di dalam air melalui selangkangan DN, sengaja tanganku kusenggolkan di selangkangannya, dan waktu aku muncul dipermukaan dan melebarkan kakiku di dasar kolam, terlihat DN berenang diantara kakiku. Dan wow ternyata dia membalasnya. Kembali itu terjadi terus menerus, dan tidak terasa kemaluanku mulai menegang karena terangsang sentuhan2 jail tangan DN.
Setelah saya minta berhenti karena kecapaian, DN berkata sambil monyong2, “Ah elu jail deh nyenggol2 segitiga bermuda gue”.
“Iya maaf deh, tapi suka kan ” godaku, yg dibalas dgn cubitan diperutku.
Seketika tangannya kutangkap dan kutarik badannya mendekati badanku, sambil kudekap dihadapanku.
“DN elu nggak marah kan gue jail kayak tadi” tanya saya. “Kenapa musti marah, gue seneng kok, rasanya giman gitu, ada yg menyambar dibawah air” jawa DN.
“Nah kalo gitu kalo gue giniin lagi gimana” tanyaku lagi sambil dengan sengaja kuraba daerah segitiga bermuda DN. “eeggghhhh” desahnya.
“Iiih nakal ya elu, tapi mau dong terusin enak deh di air diraba-raba” kata DN berbisik kepadaku.
Sambil kutoleh ke kiri dan kanan kulihat kalau2 ada orang2 yg memperhatikan kelakuanku dgn DN di dalam kolam air. Lalu setelah yakin tidak ada yg memperhatikan , kuteruskan lagi tanganku meraba-raba kemaluannya yg terlihat menonjol dari balik baju berenangnya.
Kumulai meraba daerah kemaluan DN dari luar baju berenangnya yg berwarna hitam. Kurasakan tonjolan tulang kemaluannya yg sangat menonjol itu. Kuraba dan kubelai kemaluannya sambil terus kupeluk, kurasakan tekanan di dadaku dari buah dada DN yg keras.
“Ya gitu enak, enak, ah, auuuhh, terus terus, eh masukin dong tangan elu” pintanya.
Maka dengan yakin kuselipkan jari jemariku diantara baju berenangnya menuju vaginanya. Kurasakan bulu2 halus menutupi daerah clitorisnya, kuusap-usap dan kupermainkan clitoris DN.
“Aaaahhh, sssssshhhhh, ssshhhh, enak-enak Cok, lagi dong terus jangan stop” bisik DN dikupingku. Lalu dengan kubengkokkan jariku, berhasil kumasukkan jariku kedalam vaginanya yg terasa mulai licin karena lendir DN mulai keluar karena terangsang.
Terlihat matanya terpejam dan menikmati permainan jari2ku di dalam vaginanya yg berada di dalam air.
Batang kemaluanku juga sudah mulai menegang dgn kencang akibat rangsangan melihat reaksi DN yg mendesah-desah sexy.
Kucabu tanganku dari lubang vaginanya dan kubalikkan badannya membelakangiku. Lalu dari belakangnya kuselipkan tanganku dari samping memasuki baju berenangnya untuk meraba buah dada DN. Badan DN sengaja kutarik agak kedalam air sehingga hanya sebatas dagu saja diatas air, sehingga orang mungkin akan agak sulit melihat tanganku yg meraba-raba buah dada DN dari balik baju berenangnya.
Tak tahan lagi aku menunggu, maka dengan tanganku satunya, kugeser baju renangnya di bagian pantatnya, lalu kukeluarkan batang kemaluanku dari sela2 celana renangku yg berupa celana gombor.
Kutekankan ujung batangku memasuki vagina DN dari belakang badannya secara perlahan-lahan.
Blesss akhirnya bisa masuk semua batangku. “uuhhhh, ayo Cok goyang” kata DN mmerintah.
Dan segera kuayun maju mundur di dalam air, terasa agak sulit karena terhambat air, wah bukan main sensasinya, karena ini adalah pengalamanku yg pertama, bersetubuh di dalam air.
Dari perlahan akhirnya bisa semakin kupercepat gerakan-gerakanku keluar dan masuk lubang vaginanya dari belakang. Kurasakan buah dada yg kencang dan puting yg mengeras, kubelai dan kuraba. Gerakan demi gerakan kurasakan batangku semakin geli dan ngilu akibat jepitan vagina DN mengeras. “Cok dikit lagi Cok, ayo jangan stop” desaj DN agak keras.
Karena saya juga sudah terangsang hebat, saya juga sudah tidak menghiraukan lagi orang sekitar. Tidak terlalu lama kemudian kurasakan detik2 terakhir menuju puncak kenikmatan, dan akhirnya, “creettt, creettt, creeettttt”, kurasakan klimaks yg luar biasa, dan sekali lagi “creettt, cretttt, eggghhhh”. Bersamaan dgn keluarnya spermaku, terasa tangan DN mencengkeram erat jari2 tanganku yg sedang meraba buah dadanya, pertanda DN pun mencapai klimaksnya bersamaan dgn saya.
Dua kali aku merasakan puncak klimaks itu. Dan DN pun terkulai lemas di depanku, kita berdua mengambang saja di dalam air setelah apa yg baru saja kita nikmati, sambil menarik napas karena terlalu exciting.
Setelah bermalas-malasan tidur di bawah payung, akhirnya kita berdua menyudahi acara berenang siang itu karena lapar. Saya pergi ke kamar bilas, dan kurasakan bukannya ototku membaik, tapi malah kurasakan pegal2 disemua otot2 ku. Namun badanku terasa segar dan hatiku sangat gembira.
Siang itu saya dan DN makan di Chatter Box, Sogo. “Cok elu jangan pikirin yg tadi baru aja kita lakukan ya, karena gue nggak akan ngerepotin elu kok. Semuanya emang karena gue suka aja sama elu” kata DN enteng.
“All right my dear, saya kan cowok, jadi pasti nggak akan ember deh” kata saya meyakinkannya.
Tetapi sebenarnya dalam hati saya berpikir berat, karena saya yg sudah tinggal bertahun-tahun di Amerika saja masih punya perasaan nggak enak atas apa yg baru saja terjadi antara saya dgn DN, eh dia malah bilang begitu.
Jadi apa yg sering saya dengar ttg anak2 di Jakarta yg sudah semakin bebas rupanya ada benarnya juga. Mungkin anak2 di Jakarta khususnya atau di kota2 besar di Indonesia berpikir bahwa pergaulan sex bebas itu adalah suatu trend yg harus diikuti dan keren. Ah tapi saya nggak ambil pusing lah.
Setelah saya antar DN pulang ke rumahnya, saya mengarahkan mobil ke salon langganan saya untuk potong rambut.
“Hallo Coki, apa kabar udah 2 tahun lebih nggak kesini” kata si empunya salon.
“Iya nih gue emang hampir 2 th lebih nggak balik ke Jakarta ” jawab saya.
“Kalo gitu kita nanti malem jalan dong, biasa eke punya banyak temen yg mau eke kenalin ke elu Cok” kata si empunya salon.
“Jangan nanti malem deh, nanti gue kabarin” kata saya.
Memang dulu saya sering dikenalkan dgn para langganan salonnya yg aduhai2. Dan pasti para pembaca CCS tahu dong kejadian selanjutnya.
Sore itu saya di rumah sedang rebahan di kamar, ketika Elisa menelponku.
“Sayang kemana aja kamu sesiang ini, kok nggak telpon saya” tanya Elisa.
“Tadi saya disuruh oleh ortu urusin mobil ke bengkel terus potong rambut” jawabku sedikit berbohong.
“Kalo gitu kan kamu seharian belum ngapa-ngapain, sekarang saya jemput ya”.
“eemmmm, gimana ya” kataku bimbang. “Udah deh cepet siap saya akan jemput kamu, bye Coki” potong Elisa sambil menutup telpon.
Sekitar jam 5 sore Elisa sudah tiba di rumah saya, dan pembantu memberitahu saya melalui interkom. Walaupun badan saya masih terasa agak capai karena permainan sex saya dgn DN tadi pagi, namun apa daya, saya tdk bisa menolak utk tdk pergi dgn Elisa.
“Hai you look so fresh, have you just had your hair cut” tanya Elisa.
“Iya tadi habis potong rambut, emang biar kelihatan lebih fresh dan nggak repot nyisir” kataku.
“Kita sekarang nonton ya” kata Elisa. “Nonton apa” tanyaku.
“Udah deh pokoknya ikut aja” jawabnya.
Ternyata Elisa mengajak nonton di Kartika Chandra. Terus terang waktu turun dan mau beli ticket, saya sudah dag dig dug. Karena banyak orang yg menegur Elisa dan sok akrab dengannya. Tapi masa bodoh lah pikirku, yg penting saat ini saya nggak bikin repot orang2 itu.
Di dalam bioskop ac nya agak kurang dingin, sehingga saya gerak terus dan resah.
“Cok kenapa kamu kok gerak terus sih”
“Agak panas nih ruangannya, mungkin ac-nya ada yg rusak”
“Terus gimana apa mau keluar aja” tanya Elisa. “Nggak deh biarin aja” kataku.
Selesai nonton kita makan Sop Kaki kambing di jalan Kendal. Wah bukan main asyiknya, setelah sekian lama nggak makan sop kaki, kali ini saya bisa memuaskan kangen saya dgn masakan khas betawi. Dan rupanya Elisa juga penggemar sop kaki, karena dia sampai nambah makannya.
Selesai makan saya tanya ke Elisa, “Sekarang kita pulang kan “. “Nggak, nggak boleh pulang” jawab Elisa galak. “Hari ini pokoknya kamu harus ikut saya sampe besok” ulangnya tegas.
“Oke siapa takut, tapi mampir dulu ke rumah ya” pinta saya.
Di rumah saya, saya hanya mengambil baju tidur dan perlengkapan, serta baju salin sekadarnya, tidak lupa minta ijin sama ortu. Terpaksa ngibul dikit lagi, bilang mau ke Bogor dan tidur disana, dirumah salah satu sahabat cowok saya.
Begitu saya masuk ke mobil langsung saya bilang dgn sok taunya, “Sip, sekarang kamu mau bawa saya kemana juga bisa, dan mau diapain aja juga mau”.
“Bener nih kamu bilang begitu” tantang Elisa. “Iya bener, kan kamu udah tau saya gimana”.
Elisa langsung tancap gas menuju daerah Kemang.
Setibanya di daerah Kemang, kita memasuki suatu jalan kecil yg berliku-liku, yg akhirnya mentok di sebuah rumah dgn gerbang yg tinggi.
Tiba2 pintu dibuka oleh seorang satpam berbadan besar dan tegap, yg segera menghampiri mobil Elisa. Elisa menurunkan kaca mobilnya yg gelap, dan si satpam melongok ke dalam mobil, “Oh non Elisa, silahkan masuk non” kata si satpam.
Mobil Elisa masuk melalu pintu gerbang yg sangat besar itu, dan terlihat di dalam pagar, berjejer mobil2 mewah. Bahkan banyak mobil2 itu adalah mobil2 build-up tahun terbaru. Wah bukan main pikirku, Jakarta benar2 kota metropolitan. Karena kalau bicara soal kemewahan boleh dibilang Jakarta sudah tidak kalah dgn kota2 internasional mancanegara, namun kalau diingat masalah korupsinya, saya pikir juga nomer satu di dunia.
Begitu mobil Elisa berhenti di sebelah rumah utama, ada seorang petugas yg menerima mobil dan membawa mobil utk diparkirkan, alias valet parking.
“Selamat malam Elisa” sapa seorang wanita paruh baya yg terlihat masih cantik, yg saya kira adalah pemilik rumah. Setelah berbasa-basi sebentar akhirnya tinggal Elisa dan saya berdua.
“Cok, ini rumah teman saya, dan malam ini dia mengundang saya untuk menghadiri pesta spesialnya” kata Elisa menjelaskan ke saya.
“Apa sih pesta spesial itu” tanya saya penasaran.
“Kamu tadi bilang kan kalo kamu mau diajak kemana aja, jadi sebelumnya saya mau bilang supaya kamu jangan marah atau menolak” kata Elisa berhati-hati. “Pesta spesial itu diadakan 3 bulan sekali, biasanya di rumah teman2 yg memang sudah kita kenal lama, dan di pesta itu kita harus datang minimum ber dua, boleh pasangan, cowok2 aja, atau mau cewek2 juga boleh. Dan intinya adalah kita mau having fun aja. Terserah masing2 deh, mau ngobrol, mau makan aja, atau mau bertukar pasangan” kata Elisa.
Deg jantung saya berdegub, dan mungkin kekagetan saya bisa terlihat dari raut muka saya.
“Easy Coki, jangan tegang, kita semua nggak ada yg akan memaksakan apapun juga, yg penting kita tau sama tau saja” jelas Elisa pendek.
Malam itu benar2 malam yg sangat istimewa buatku, karena selain ada hal yg mengasyikkan tapi juga ada hal yg membuatku sedih memikirkan tingkah laku para tamu yg datang ke pesta gila ini.
Karena walaupun saya sendiri memang bukan orang baik2, tapi saya dan keluarga saya tidak pernah membuat susah orang lain, karena kebetulan orang tua saya adalah pengusaha tulen yg membesarkan usahanya dari pedagan pinggir jalan, dan bukan pengusaha fasilitas seperti kebanyakan para tamu yg sebagian saya kenal mealui media masa.
Tidak terasa ternyata Elisa sudah tidak bersama saya lagi, sehingga saya berkeliaran utk melihat-lihat. Rumah ini memang besar sekali halamannya, mungkin lebih dari 1 hektar. Ada lapangan tennis, ada kolam renang, ada lapangan volley merangkap lapangan badminton, wah pokoknya fasilitasnya benar2 yang paling prima semuanya.
Sambil berjalan menuju kolam renang, saya lihat seorang gadis muda sedang minum dan duduk sendirian di pinggir kolam renang. “Hi boleh saya ikut duduk disini” tanya saya. Dan gadis itu tersenyum manis, terlihat giginya yg putih kecil2 dan sangat rapih, “oh silakhan mas” katanya lugu. “Nama saya Coki, saya kehilangan teman saya yg mengajak saya kesini”.
“Kenalkan, saya Narumi, saya datang dengan teman saya, tapi juga nggak tau dia kemana” katanya.
“Nama kamu bagus ya, kok kayak nama Jepang sih” tanya saya bingung dan kagum karena sorot wajahnya yg sangat cerah.
“Iya mas, saya memang campuran Jepang dan Batak. Dan mas kok namanya kayak Batak sih, padahal mukanya Jawa”.
“Saya memang Jawa tulen, tapi nggak tau kenapa ortu saya kasih nama begitu, tapi saya senang kok dgn nama saya itu” jawabku.
Narumi ini anaknya benar2 pandai bergaul, karena dalam waktu yg singkat dia sudah bisa mengorek berbagai keterangan ttg diriku, dan rasanya saya juga sudah langsung tidak canggung terhadapnya. Narumi juga menyinggung ttg pesta yg dihadiri banyak wanita2 cantik dan celbrities Indonesia , serta penghusaha2 kondang ibu kota , tapi kita sama2 tidak ambil pusing dgn hal2 spt itu.
Ketika saya dan Narumi sedang ngobrol, tiba-tiba Narumi menunjuk ke arah belakang saya, “Itu dia teman saya”. Seketika kutolehkan kepalaku kebelakang, dan ternyata teman si Narumi itu adalah DN. “Eh elu lagi ketemu disini, pasti diajak si embak ya” kata DN.
“Kok tau sih kalo gue diajak Elisa” tanyaku heran. “Iya emang gue tau, kan si embak sering cerita keluh kesah ke gue” kata DN sok tau.
Wah wah wah, dalam hati saya terkaget-kaget. Rupanya mereka2 ini satu geng semuanya. Benar2 anak harimau disarang singa ini sih artinya, maksudnya kan karena saya sendiri sih bukan anak baik2 tapi kalau dibandingkan kegilaan Elisa dan teman2nya mungkin saya masih kalah 10 langkah.
Karena pusing mengalami kejadian yg benar2 tidak pernah kubayangkan, kupanggil pelayan yg membawa gelas2 minuman. Lansung kuambil 3 gelas dan kuambilkan juga Narumi serta DN utk ikut minum denganku. Tanpa pikir panjang kuminum gelas demi gelas utk menghilangkan pertentangan di dalam hatiku, dan rupanya pengaruh alkohol sudah mulai merasuk di darahku.
Sambil kupeluk Narumi yg agak langsing sayapun berkata, “DN gimana kalo kita cari kamar di pavilion itu terus kita main strip poker”. Seperti dugaanku, DN menjawab “siapa takut”.
Lalu kita bertiga berjalan sambil tertawa menuju salah satu rumah kecil di bagian halaman belakang rumah utama.
Di dalam rumah kecil ternyata sudah tersedia kartu remi, domino, dan berbagai jenis permainan lainnya. Segera kita bertiga bermain poker dgn ketentuan yg kalah melepas baju satu per satu. Dan setelah bermain beberapa game, saya adalah orang yg paling kalah, dan hanya tinggal celana dalam yg saya kenakan.
“Aduh ampun deh, kita setop aja ya” rengekku minta dikasihani. Sebenarnya saya malu apabila saya terpakas membuka celana terakhirku itu, karena sebenarnya batangku sudah menegang melihat badan Narumi yg putih mulus, dan lebih lagi, walaupun langsing Narumi memiliki buah dada yg sangat ideal.
“Lho kok menyerah sih, teriak DN sambil meminum minuman yg terus disuplai oleh pelayan yg kita panggil utk mengirimkannya.
“Udah gini deh” kata Narumi memotong, “kalo satu game lagi mas Coki nggak kalah, kita berdua yg akan buka semuanya, bener2 semuanya” kata Narumi lagi.
“Iya deh kalo gitu” jawabku pasti.
Ternyata game berikutnya saya kalah lagi, dan dengan susah payah dan agak dipaksa akhirnya saya turunkan juga celana dalam saya.
“Iiiiiih takut kok udah melar begitu” goda DN melihat batang kemaluanku yg sudah menegang.
“Ah mbak DN kok bikin malu mas Coki sih, nanti dia takut lho sama kita” kata Narumi yg lebih muda tapi sok tua.
Sambil meringis2 malu, saya berdiri tegang di depan kedua cewek yg terlihat bandel dan jail itu.
“Cok, sini dong kok berdiri ngejauh gitu” kata DN sambil berdiri dan menarik tanganku.
Sambil memelukku dari belakang, DN mendorong badanku mendekati Narumi.
“Nar, sin deh deketan dong” kata DN memanggil Narumi. Dan Narumi berdiri mendekat, terlihat perutnya yg ramping dengan buah dadanya yg menonjol dan terbungkus bra berenda.
“Sini tangan elo” tarik DN sambil mengarahkan tangan Narumi menuju dadaku. “Gini usap2 dada mas Coki biar nggak gemeteran” canda DN yg sudah agak mabuk, sama seperti diriku.
Rupanya Narumi ini masih agak malu2 mengusap dadaku yg bidang, dan pikirku apakah mungkin ada orang kayak Narumi yg masih belum pernah melakukan hubungan badan.
“Nah gitu, terus siniin tangan elo yg satunya” perintah DN. Dan DN mencontohkan Narumi utk meraba batangku terus mengocoknya naik turun. Narumi mencoba melakukan apa yg DN lakukan terhadap diriku, dan terasa tangan DN yg dingin dan halus tapi agak ragu menggenggam batangku. “Narumi pegang aja yg agak keras” pintaku padanya.
Dan Narumi melakukan yg kupinta, aaahhhh bukan main rasanya. Sekarang saya baru aku yakin bahwa Narumi benar2 belum mengerti secara jelas bagaimana orang bercumbu dan bermain sex, karena banyak lagi gerakan demi gerakan yg diajarkan DN kepada Narumi yg memang terlihat cantik dan polos.
Sambil terus memberikan petunjuk kepada Narumi, ternyata DN menurunkan celana dalam Narumi dan mulai menjilati vagina Narumi yg berbulu sangat lebat. “Ohhh mbak, aduuuh, enak deh mbak, aduuh iya iya situ enak bangeeeeet” desah Narumi terputus-putus sambil menjilati dadaku. Kurasakan gerakan badan Narumi yg menggeliat akibat jilatan2 DN di vaginanya, Narumipun tanpa sadar mulai terangsang hebat, tangannya meremas-remas buah dadanya sendiri, dan bibirnya semakin gencar menciumi dan menggigit dadaku dengan keras.
“Nar, sekarang terlentang deh, dan relax aja jangan tegang” kata DN sambil mengusap-usap buah dada Narumi yg terlihat menegang dan putingnya mengeras. “Cok, ayo ajarin Narumi dong” kata DN. Saya ragu2 untuk melakukan persetubuhan dengan Narumi, karena terus terang belum pernah saya melakukan dgn seorang gadis yg masih perawan.
“Coki, gimana sih elu, ini si Narumi kan kasihan udah nggak tahan, liat tuh dia udah basah banget gitu kok” kata DN seenaknya.
Pengaruh alkohol benar2 membuatku cuwek dan kebal rasa, kurasakan tangan DN memegang batangku dan mengarahkan ke vagina Narumi yg sudah terlentang dgn muka polos. Terasa ujung batangku menyentuh vagina Narumi, kutekan perlahan, dan kurasakan vagina Narumi yg masih terasa sempit dan sulit menerima batangku yg lumayan besar. Kulihat DN menjilati dan menghisap puting Narumi yg menegang, kudengar desahan Narumi menikmati hisapan DN di buah dadanya, sambil sesekali menggigit bibirnya karena rasa sakit vaginanya tertekan oleh batangku.
Beberapa kali kucoba utk mendorong dan menekan utk memasuki lubang vagina Narumi, tetapi beberapa kali kudengar rintihan Narumi, sehingga kuurungkan niatku utk mendorongnya. Rupanya DN melihat gelagat itu, dan sambil semakin gencar menciumi dan menjilati buah dada Narumi, tangannya juga mengusap-ngusap dan mempermainkan clitoris Narumi.
Pada saat kudengar desahan Narumi meniggi, dan kulihat kepala Naumi mendongak karena rasa nikmat clitorisnya dibelai oleh tangan DN, bersamaan pula kudorong dan kutekan batangku memasuki vagina Narumi. “Aaagggh” kudengar teriakan kecil Narumi ketika batangku masuk hampir semuanya ke dalam vagina Narumi.
Kutahan sebentar hingga pinggul Narumi mengendor kembali, dan kumulai mengayun maju mundur dgn perlahan. Kutarik batangku keluar vagina Narumi yg terasa ketat sekali, lalu kudorong perlahan utk memasukinya kembali, dan kulakukan berkali-kali secara perlahan.
Wajah Narumi yg putih polos dgn matanya yg terpejam, serta desahan-desahan nikmat bercampur rasa sakit yg terlihat sesekali Narumi menggigit bibirnya, membuatku semakin yakin bahwa Narumi sudah mulai terbiasa dengan persetubuhan yg baru pertama kalinya dilakukan.
“Ah..ah..ah. .ah…..aaaahhhhh” erang Narumi beriringan dgn keluar masuknya batangku di vaginanya. “Aaahhh mbak, rasanya ngilu tapi enak” kata Narumi ke DN yg masih dgn asyiknya terus menjilati buah dada Narumi, serta tangan DN yg satu mempermainkan clitorisnya sendiri.
Kurasakan kejangan yg semakin cepat di vagina Narumi, dan erangannya semakin keras “Oooooh, mas, mas aduh ngiluuu deh, aahhhhhhh, uuuhhhhhh” teriak Narumi mencapai klimaksnya, sambil dengan segera mendorong badanku dan melepaskan batangku dari vaginanya, lalu menekuk kedua lututnya ke perut, seperti orang kedinginan. Bisa kulihat badan Narumi masih menggigil dan gemetar akibat klimaks yg baru saja dirasakannya.
“Nah sekarang sini dong Cok” kata DN terlentang sambil merentangkan tangannya seakan mau memelukku. Segera kuhampiri badan DN yg sexy, ketika tiba2 kudengar pintu terbuka, dan kulihat Elisa masuk ke kamar di pavilion ini.
“Ola ola, enaknya main sendirian nggak ngajak-ngajak” kata Elisa.
“Eh embak” kata DN kaget.
“Coki nakal ya, saya nggak diajak, but never mind, I will just joint you now” kata Elisa yg anggun sambil mulai membuka kancing bajunya.
Elisa segera menanggalkan semua baju dan celana yg dikenakannya, dan Elisa mulai menciumi badanku, “Ayo Cok, masukin aja ke DN” pintanya.
Lalu tanpa kutahan-tahan segera kumasukkan batangku ke vagina DN yg memang sudah basah karena diusap-usapnya sendiri.
Ah rupanya tadi pagi walaupun sudah kurasakan vagina DN, tetapi malam ini tetap kurasakan kenikmatan yg istimewa. Kurasakan lubangnya yg panjang ke dalam, menjepit seluruh permukaan batangku dari ujung hingga pangkalnya. Kuayun maju mundur dengan gerakan pasti, kuangkat kedua kakinya keatas pundakku, dan kugerakkan pinggulku semakin cepat, ” aaauuwww, ahhhhhh, aaaaauuuuu” teriak DN kalap menikmati gerakan batangku yg keras.
Jepitan lubang vagina DN yg begitu nikmat membuatku tidak tahan terlalu lama, jepitan dari ujung hingga pangkal batangku bila masuk di dalam vagina DN begitu memabukkan rasanya, sehingga akhirnya tak tahan lagi saya menahannya, terasa semprotan demi semprotan spermaku tanda klimaksku di dalam vagina DN.
“Cepetan sini” kata Elisa kepada DN memberikan aba-aba supaya menggeser badannya agar Elisa bisa menjilati vagina DN. Segera dijilatinya clitoris DN sambil dengan gerakan cepat memasukkan dua buah jari tangannya kedalam vagina DN.
“aaaugggh” erang DN keenakan, sambil mengusap-usap kepala Elisa. Sementara saya rebahan disamping DN sambil mengusap-usap buah dadanya yg mancung, Elisa dgn ganasnya melahap vagina DN, dan DN menggeleng-gelengka n kepalanya sambil mendesah-desah keenakan. Cukup lama juga hingga akhirnya DN merintih dan mendesah-desah dgn liar sampai klimaksnya tercapai.
Rupanya Elisa sudah tinggi birahinya, sehingga begitu DN selesai dan klimaks, segera Elisa memelukku dan segera menciumi badanku. Dgn ganas dihisapnya batangku yg masih kendor, dijilatinya ujung batangku sambil dikocoknya batangku dgn tangannya. Merasakan hisapan Elisa yg sedemikian kuatnya, batangku dgn segera memberikan respon, dan batangku segera mengeras dan memanjang kembali. Tanpa menunggu lebih lama, Elisa segera meraih batangku dan memasukkan di vaginanya. Saya terlentang di bawah dan Elisa diatas badaku menghadap kearahku. Gerakan2 pinggulnya yg luwes dan lincah, membuat batangku semakin kencang dan tegang di dalam vagina Elisa yg licin dan ketat. Sambil kurasakan gesekan2 dan erangan Elisa yg merangsang, tiba2 kurasakan gigitan dan jilatan di lututuku. Uuuuuh rasanya lemas semua badanku, ternyata DN memberikan aba2 kepada Narumi utk menjilati sekitar lututku. Rupanya DN tau betul letak titik2 kenikmatan seorang laki2.
“Cok, pegang dong buah dada saya” kata Elisa ditengah desahannya, maka segera kuraba dan kuremas-remas buah dadanya yg besar dan menggemaskan. “Ooohhh… auuuhhhh… desahan Elisa semakin menjadi-jadi.
Terasa jepitan vagina Elisa juga semakin mengeras, dan denyutan di ujung batangku semakin menjadi-jadi juga, lalu “uuuuhhhhhhhh, aaagghhhh….” teriakkku bersamaan dgn Elisa.
Ngilu sekali rasa batangku, karena dalam waktu yg tidak terlalu lama sudah dua kali kulakukan persetubuhan dgn 3 cewek dan semuanya tiada bandingnya.
Hari2 ku di Jakarta selama liburan kuhabiskan pergi dgn DN, atau Elisa dan sesekali dgn Narumi yg manis itu. Benar2 kehidupanku menjadi semakin liar kembali, mengikuti apa kata hati tanpa memikirkan resiko2. Sampai suatu hari teman dekatku memberitahuku.
“Cok, apa kabar lu selama di Jakarta ” kata Marko.
“Yah asyik banget dan gila, habis gue terakhir dapet cewek oke banget” jawabku.
“Maksud elu Elisa” tanya Marko.
“emmmmm kok elu tahu” tanyaku bingung.
“Iya itulah, gue kesini nemuin elu tuh mau ngomongin itu. Sebab suatu hari kemarin ini gue ketemu temen baik gue, dan dia berkeluh kesah ttg istrinya yg main serong dgn seorang pemuda. Eh nggak taunya yg disebut nama elu, ya gue langsung bilang kalo gue kenal banget sama elu” kata Marko.
“Terus gimana waktu elu bilang begitu” tanyaku lagi.
“Ya gue bilang ke temen gue itu, kalo gue sama dia itu sahabat baik tapi kalo gue sama Coki udah kayak adik gue. Jadi gue janji sama dia utk bicara sama elu dan supaya jangan diteruskan, ya elu gila juga sih, liat2 dong kalo ngegaet cewek” kata Marko.
“Iya emang gue salah, tapi terus terang dia juga yg agak nyosor sama gue, jadi gue susah juga nolaknya, kan elu tau gue juga nggak punya cewek” kata saya membela.
“Oke deh yg udah ya udah, tapi elu kasih gue muka dong, elu janji ya jangan terusin sama Elisa” kata Marko sambil pamitan pulang.
Setelah Marko pulang saya termenung lama sekali memikirkan kejadian demi kejadian dan terakhir mendapat teguran dari Marko yg memang sudah saya anggap abang saya.
Nah sejak itu, saya menjauhi Elisa, dan juga DN maupun Narumi. Karena saya takut bila suatu saat saya bertemu dgn Elisa, maka saya akan lebih susah menjauhinya, karena sebenarnya saya benar2 suka sama Elisa. Apalagi saya juga sudah harus pulang ke LA utk melanjutkan sekolah saya.
0 komentar:
Posting Komentar